Jakarta, Beritasatu.com – Arahan Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 20 Oktober lalu seharusnya menjadi acuan bagi seluruh kementerian lembaga agar perbedaan, tumpang tindihnya data antar kementerian lembaga bisa diakhiri.
“Bahwa dalam sejarah kita sekarang, republik kita sekarang, pemerintah kita sekarang, punya satu sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk pertama kalinya. Sekarang tidak ada kementerian, tidak ada lembaga yang boleh menggunakan datanya sendiri-sendiri. Satu data,” tegas Presiden RI Prabowo Subianto.
Saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) sedang mempersiapkan pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026 (SE2026) sebagai kegiatan statistik besar yang akan menghasilkan peta ekonomi Indonesia sekaligus memotret struktur ekonomi terkini di seluruh Indonesia. Sensus Ekonomi yang dilakukan setiap sepuluh tahun oleh BPS ini dirancang untuk memberikan insight yang mendalam dan komprehensif mengenai struktur, kondisi, dan kinerja seluruh usaha ekonomi.
Sebuah upaya besar sedang dilakukan BPS dengan melakukan terobosan strategis, yakni menggabungkan pendataan lapangan SE2026 dan memutakhirkan DTSEN untuk menjadi basis data sosial ekonomi satu-satunya yang digunakan pemerintah untuk berbagai program bantuan dan perlindungan sosial. Upaya integrasi ini diharapkan akan menjadi langkah strategis untuk mengakhiri tumpah tindihnya data, perbedaan data yang dimiliki kementerian/lembaga sekaligus memperkuat kualitas data sekaligus meningkatkan efisiensi pelaksanaan di lapangan.
“Kita ingin meningkatkan ketepatan dalam aliran bantuan-bantuan sosial. Data yang keliru bisa mengakibatkan penghamburan uang. Data yang keliru bisa mengakibatkan mereka yang berhak menerima bantuan tidak menerima, mereka yang tidak berhak, menerima. Ini saya kira arti strategis daripada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional,” tutur Presiden Prabowo.
Integrasi Sensus Ekonomi 2026 dan DTSEN tentu bukan sekadar kegiatan statistik semata, melainkan investasi strategis untuk masa depan ekonomi dan sosial Indonesia. Data yang dihasilkan diharapkan dapat memetakan kebutuhan kementerian lembaga baik dalam upaya mencatat seluruh aktivitas ekonomi non-pertanian di Indonesia sekaligus menghasilkan data tunggal sosial ekonomi yang memuat informasi rinci mengenai rumah tangga keluarga dan individu di Indonesia.
Tentu saja data ini diharapkan akan menjadi rujukan utama bagi kementerian/lembaga dalam menyalurkan bantuan sosial, subsidi, serta program pengentasan kemiskinan. Upaya memutakhirkan DTSEN sekaligus bersamaan dengan pelaksanaan SE2026, dua kebutuhan data kementerian/lembaga yang besar dapat dipenuhi dalam satu proses secara bersamaan.
Kolaborasi pelaksanaan SE2026 dan DTSEN akan menjadi sinergi penting antara BPS dan berbagai kementerian/lembaga lain, termasuk pemerintah daerah, untuk menciptakan data yang terintegrasi dan akurat. Sensus Ekonomi 2026 melengkapi DTSEN dengan memberikan data dasar yang mendalam tentang kegiatan ekonomi, sementara DTSEN menjadi data tunggal yang lebih luas yang mencakup aspek sosial dan ekonomi. Kolaborasi ini bertujuan untuk menghasilkan satu data yang dapat digunakan untuk perumusan kebijakan yang lebih baik, perencanaan pembangunan, serta penyaluran bantuan sosial yang lebih tepat sasaran.
Selain memperbarui informasi sosial ekonomi yang relevan, kegiatan pengumpulan data SE2026 dan DTSEN dalam waktu bersamaan akan menjadi basis data yang saling memperkaya satu sama lain sekaligus berdampak terhadap efisiensi anggaran. Di sisi lain, isu kejenuhan responden atau masyarakat menerima kunjungan petugas sensus yang berkali-kali akan tereduksi. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Integrasi SE2026 dan DTSEN akan mengakhiri tumpah tindihnya data kementerian lembaga.
