Jakarta, Beritasatu.com – Gangguan kecemasan sering muncul setelah seseorang mengalami bencana alam atau peristiwa traumatis yang mengguncang kehidupan.
Selain dampak fisik dan material, pengalaman traumatis juga meninggalkan luka emosional yang memicu gangguan kecemasan atau post-disaster anxiety.
Kondisi ini merupakan respons normal terhadap situasi yang tidak normal, tetapi jika tidak ditangani, dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Setiap orang memiliki cara berbeda dalam merespons trauma, tetapi ada sejumlah tanda khas yang bisa dikenali sebagai indikator awal seseorang sedang berjuang dengan kecemasan setelah bencana.
Mengenali tanda-tanda tersebut adalah langkah penting menuju pemulihan dan penanganan yang tepat.
Ciri Umum Gangguan Kecemasan Pascabencana
Gangguan kecemasan pascabencana melibatkan gejala emosional, kognitif, serta fisik. Gejalanya dapat muncul segera setelah kejadian atau beberapa minggu kemudian seperti berikut ini yang dikutip dari Cleveland Clinic, Kamis (11/12/2025).
1. Reaksi emosional berlebihan
Korban trauma sering mengalami perubahan suasana hati yang drastis. Ciri yang sering muncul meliputi rasa tidak berdaya, ketakutan intens, serta munculnya perasaan bahwa dunia tidak aman.
Kondisi ini membuat seseorang mudah cemas terhadap hal-hal yang mengingatkan pada bencana.
Sebagian orang juga dapat mengalami emosi tumpul atau mati rasa sebagai mekanisme tubuh untuk menghindari rasa sakit emosional.
Sebaliknya, iritabilitas, mudah marah, dan gejala depresi yang berat juga dapat muncul sebagai bagian dari respons emosional tubuh.
2. Gejala intrusive (mengganggu)
Gejala intrusive merupakan ciri trauma yang paling khas. Kenangan terkait bencana dapat muncul secara tiba-tiba dan mengganggu aktivitas.
Kamu mungkin mengalami flashback, yaitu merasakan kembali kejadian bencana seperti sedang berlangsung. Sensasi yang muncul bisa sangat nyata, lengkap dengan reaksi fisik dan emosional.
Selain itu, mimpi buruk terkait kejadian traumatis atau munculnya pikiran serta gambaran yang tidak diinginkan juga termasuk dalam gejala intrusive, meskipun tidak selalu dipicu oleh sesuatu yang spesifik.
3. Penghindaran dan isolasi
Sebagai bentuk perlindungan diri, banyak orang berusaha menghindari hal-hal yang berhubungan langsung dengan trauma.
Kamu mungkin menghindari tempat, orang, atau aktivitas yang mengingatkan pada bencana. Sebagian orang memilih untuk tidak membicarakan atau memikirkan kejadian tersebut.
Penghindaran ini juga dapat berkembang menjadi isolasi sosial, yaitu menarik diri dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar untuk menghindari ketidaknyamanan emosional.
4. Perubahan fisik dan kognitif
Gangguan kecemasan pascabencana juga memengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir.
Sulit tidur (insomnia) merupakan gejala yang paling sering muncul, baik dalam bentuk sulit memulai tidur maupun sering terbangun karena kecemasan.
Pikiran yang terus berputar dan kewaspadaan berlebihan (hyper-arousal) membuat tubuh terus dalam kondisi siaga.
Selain itu, konsentrasi cenderung menurun sehingga menghambat pekerjaan, belajar, atau aktivitas harian lainnya.
Penderita juga bisa menjadi lebih sensitif terhadap suara keras atau gerakan tiba-tiba dan lebih mudah terkejut.
Langkah Tepat Mengatasi Gangguan Kecemasan Pascabencana
Pemulihan dari trauma adalah proses bertahap yang membutuhkan kesabaran dan dukungan yang tepat. Berikut ini beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Fokus pada kebutuhan dasar
Pastikan kebutuhan dasar, seperti tempat tinggal, keamanan, makanan, minuman, dan tidur terpenuhi terlebih dahulu.
Ketika tubuh berada dalam kondisi yang aman dan stabil, proses pemulihan mental menjadi lebih mudah dijalani. Kebutuhan fisik yang terpenuhi akan membantu menenangkan pikiran.
2. Tetap terhubung dengan orang terdekat
Hindari menarik diri dari lingkungan sosial. Berinteraksi dengan keluarga, teman, atau orang terdekat dapat memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan.
Berbagi cerita dan pengalaman dengan orang yang dipercaya juga membantu memproses perasaan, sehingga mengurangi beban mental yang kamu tanggung.
3. Kembali ke rutinitas
Rutinitas yang stabil membantu menciptakan rasa kontrol dan normalitas setelah bencana. Meski sulit, cobalah kembali ke aktivitas harian secara bertahap.
Mulailah dengan kegiatan yang ringan dan tidak memaksakan diri. Rutinitas yang terstruktur akan memberikan rasa aman dan dapat membantu memulihkan kondisi emosional.
4. Batasi paparan berita (media diet)
Paparan berita berlebihan tentang bencana dapat memicu kembali kenangan traumatis dan memperburuk kecemasan.
Batasi waktu mengakses berita dan fokus pada informasi yang benar-benar dibutuhkan.
Mengurangi paparan media membantu mencegah munculnya pikiran negatif dan kecemasan yang tidak perlu.
5. Jangan ragu mencari bantuan profesional
Jika gejala kecemasan tidak mereda setelah beberapa minggu atau justru semakin mengganggu aktivitas sehari-hari, segera cari bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater.
Mereka dapat memberikan terapi, konseling, atau intervensi sesuai kebutuhan. Mencari bantuan adalah langkah berani dan merupakan bentuk kepedulian terhadap diri sendiri.
Memahami ciri gangguan kecemasan pascabencana adalah langkah penting untuk menjaga kesehatan mental setelah menghadapi situasi traumatis.
Setiap gejala yang muncul merupakan sinyal tubuh dan pikiran sedang berusaha memproses pengalaman sulit yang telah terjadi. Dengan mengenali tanda-tandanya lebih awal, kamu bisa mengambil langkah tepat untuk membantu diri sendiri maupun orang terdekat.
