Cerita Warga Indramayu Saat Pertama Kalinya Gunakan Hak Pilih di Pilwu Digital Bandung 10 Desember 2025

Cerita Warga Indramayu Saat Pertama Kalinya Gunakan Hak Pilih di Pilwu Digital
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        10 Desember 2025

Cerita Warga Indramayu Saat Pertama Kalinya Gunakan Hak Pilih di Pilwu Digital
Tim Redaksi
INDRAMAYU, KOMPAS.com
– Pemilihan kuwu (pilwu) serentak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, digelar hari ini, Rabu (10/12/2025). Beberapa warga berkesempatan mencoba menyalurkan hak pilihnya secara digital.
Total ada 139 TPS digital yang disebar di 139 desa yang hari ini melaksanakan pilwu.
Pemilihan secara
e-voting
ini merupakan hal yang baru dan
Indramayu
pun ditunjuk sebagai
pilot project
pilwu digital
di Jawa Barat.
Sumiati (55), salah satu warga Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, berbagi pengalaman saat menggunakan
hak pilih
secara digital tersebut.
“Bagi saya sih susah. Beda sama anak zaman sekarang, mereka
mah
gampang. Kalau
nyoblos
pakai paku kan enak, saya sudah biasa,” ujar Sumiati sembari tersenyum.
Hak pilih Sumiati sendiri tercatat di TPS 12 Pabean Udik, yang ditunjuk menjadi TPS digital di desanya.
Di sana tersedia dua bilik suara yang di dalamnya sudah tersedia layar monitor seukuran tablet.
Saat menyalurkan hak pilih, kata Sumiati, ia sempat panik karena calon yang ingin ia pilih tidak kunjung bisa dipilih.
Baru pada percobaan kedua, pilihannya bisa terekam setelah dipandu oleh petugas.
“Mungkin gemetar ya karena layar sentuh, ini kok enggak
nyambung-nyambung
, tetapi karena memang saya tidak pas saat milih, pilihannya jadi tidak kepencet,” ujar dia.
Pada kesempatan itu, Sumiati datang ke TPS bersama anaknya, Anisa (30). Berbeda dengan ibunya, Anisa justru cepat menyelesaikan hak pilihnya.
Menurut Anisa, pilwu digital jauh lebih mudah dan praktis.
Ia juga tidak mendapati kendala apa pun walau baru pertama kali mencoba sistem pemilihan baru tersebut.
“Bagi kami yang muda sebenarnya ini justru lebih mudah, soalnya kan tinggal klik saja mau pilih calon yang mana, tidak perlu ribet buka-buka kertas lagi,” ucap dia.
Di sisi lain, baik Sumiati maupun Anisa, ketika diberi pertanyaan lebih memilih pelaksanaan pilwu digital atau pilwu konvensional, keduanya kompak memilih pilwu digital.
Alasannya karena lebih modern, praktis, serta tidak ribet.
Warga lainnya, Ali Udi (59), juga sepakat dengan Sumiati dan Anisa.
Ia menilai pelaksanaan pilwu digital jauh lebih baik dibanding konvensional.
Ali sendiri tidak mendapat kendala apa pun saat menyalurkan hak pilihnya.
Menurutnya, sistem pemilihan digital tersebut tidak ada bedanya dengan bermain ponsel.
“Memang kalau dibandingkan lebih baik cara begini, lebih transparan, praktis, dan mudah juga,” ujar dia.
Namun, di balik itu, kata Ali, pemilih jadi tidak bisa golput dan pemilih wajib untuk memilih salah satu calon.
“Kekurangannya mungkin tidak bisa golput ya, jadi harus pilih salah satu. Kalau pilih semua itu tidak bisa, dikosongin juga tidak bisa,” ujarnya sembari tertawa.
Lain halnya dengan Anton Rafendi (52), ia menilai kekurangan pilwu digital ini lebih kepada perangkat layar yang kurang besar.
Fasilitas berupa tablet dinilainya menyulitkan bagi pemilih yang sudah lansia.
“Harusnya
digedein
lagi biar kelihatan, layarnya itu kekecilan kalau menurut saya,” ujarnya.
Kekurangan lainnya, menurut Anton, sistem pilwu digital ini mengharuskan pemilih wajib datang ke TPS walau bagaimana pun kondisinya.
Anton bercerita, ada tetangganya yang mengalami sakit stroke dan tidak bisa datang langsung ke TPS sehingga tidak bisa menyalurkan hak pilihnya.
“Tadi keluarganya datang nanya bisa tidak pilihnya dari rumah, ternyata tidak bisa, harus di TPS. Kalau yang konvensional kan ada kebijakan tuh petugasnya datang ke rumah biar dia bisa milih, tetapi mungkin karena ini pakai tablet, jadi tidak bisa dibawa ke mana-mana,” ujar Anton.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.