Kematian Sopir Truk Sampah Usai Jam Kerja Panjang Picu Evaluasi Menyeluruh DLH DKI Megapolitan 9 Desember 2025

Kematian Sopir Truk Sampah Usai Jam Kerja Panjang Picu Evaluasi Menyeluruh DLH DKI
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Desember 2025

Kematian Sopir Truk Sampah Usai Jam Kerja Panjang Picu Evaluasi Menyeluruh DLH DKI
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com —
Meninggalnya seorang sopir truk sampah usai menjalani jadwal kerja panjang memicu evaluasi besar-besaran di tubuh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta.
Peristiwa ini dianggap sebagai alarm serius mengenai kondisi kerja para sopir yang setiap hari menjadi ujung tombak pengelolaan sampah Ibu Kota.
Kepala DLH Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, instansinya melakukan evaluasi internal terhadap pola
penanganan sampah
secara menyeluruh setelah satu
sopir truk sampah meninggal
dunia di Jakarta Selatan usai bekerja.
Termasuk di dalamnya evaluasi terhadap antrean panjang truk di TPST Bantargebang, Bekasi, yang meningkatkan risiko kelelahan pengemudi.
“Pembenahan sistem harus mampu mengurangi waktu tunggu di lapangan. Semakin lama truk menunggu, semakin tinggi risiko keselamatan karena faktor kelelahan pengemudi,” ujar Asep dalam keterangan resminya, Selasa (9/12/2025).
“Karena itu, aspek keselamatan harus menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan operasional,” katanya.
Asep menyampaikan, DLH juga akan menata ulang pola dan jadwal pengangkutan sampah dari lima wilayah kota Jakarta untuk menghindari penumpukan pada jam-jam tertentu.
Penataan tersebut diharapkan dapat menciptakan arus pembuangan yang lebih stabil dan kondisi kerja yang lebih manusiawi.
“Dengan distribusi yang lebih merata dan dukungan sistem informasi yang mumpuni, waktu tunggu dapat ditekan dan beban kerja lebih terukur,” ungkap Asep.
Asep menyampaikan, perbaikan tersebut dilakukan agar sistem pengelolaan sampah di Jakarta semakin efisien, aman, dan manusiawi. Ia menegaskan bahwa perlindungan bagi para pekerja yang menjadi tulang punggung kebersihan kota merupakan prioritas DLH.
Sebagai bagian dari pembenahan jangka panjang, DLH akan menerapkan pembagian jadwal pengiriman truk sampah dari tiap wilayah menuju TPST Bantargebang. Namun, Asep menegaskan bahwa langkah situasional saja tidak akan cukup.
Pemprov DKI memastikan akan melakukan penataan menyeluruh terhadap pola pembuangan dan operasional TPST Bantargebang—mulai dari manajemen antrean, pengaturan ritase, peningkatan fasilitas pendukung, hingga penguatan standar keselamatan dan kesehatan kerja bagi pengemudi truk sampah.
“Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa operasional harus dikelola secara sistemik dan terintegrasi,” tegasnya.
Asep juga menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga almarhum sopir truk, Yudi. DLH memastikan seluruh hak dan santunan bagi keluarga sedang diproses, termasuk percepatan administrasi BPJS Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, seorang sopir truk sampah asal Jakarta Selatan, Yudi (51), meninggal pada Jumat (5/12/2025) usai menjalani jadwal kerja yang disebut rekan-rekannya berlangsung jauh melebihi jam kontrak.
Teman sesama sopir, Fauzan (bukan nama sebenarnya) (46), menjelaskan Yudi sudah mengalami kelelahan berat akibat jam kerja yang terus melampaui batas waktu normal.
“Jadi itu dia akumulasi kelelahan karena waktu kerjanya bisa lebih dari yang dikontrakkan 8 jam,” kata Fauzan kepada
Kompas.com
di Jakarta Selatan, Minggu (7/12/2025).
Sehari sebelum meninggal, Yudi memulai pekerjaannya pukul 05.00 WIB untuk menjemput sampah di wilayah tugasnya hingga sekitar pukul 10.00 WIB.
Setelah truk penuh, ia menuju TPST Bantargebang untuk mengantre bersama deretan truk lain. Antrean tersebut menghabiskan waktu sekitar delapan jam hingga truknya selesai dikosongkan. Yudi baru keluar dari area pembuangan pada pukul 19.04 WIB, sesuai struk yang diberikan petugas.
“Dari sini ke Bantargebang itu kira-kira satu jam. Sampai sana 11.24 WIB, baru keluar jam 19.04 WIB, kurang lebih 8 jam,” jelas Fauzan.
Meski sudah tiba di Bantargebang malam hari, Yudi tidak langsung pulang ke rumahnya di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Ia mengisi bensin terlebih dahulu lalu beristirahat di sebuah warung nasi hingga pagi karena keesokan harinya ia kembali bekerja.
Fauzan menyebut pola itu sudah sering dilakukan Yudi, sebagaimana sopir lain yang harus mengembalikan truk ke pos Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Selatan sebelum pulang.
“Tiga hari nongkrong di sana sambil nunggu bertugas lagi, untuk recovery, memanfaatkan waktu lah untuk istirahat,” ujar dia.
Sekitar pukul 03.00 WIB, saat masih berada di warung tersebut, Yudi mendadak mengalami sesak napas dan kejang. Rekan yang bersamanya segera membawa Yudi ke RS Karya Medika menggunakan angkot.
Namun tidak lama setelah mendapat penanganan dokter, ia dinyatakan meninggal akibat gangguan pada jantung. Menurut Fauzan, kondisi itu dipicu oleh pola makan dan istirahat Yudi yang tidak seimbang selama bekerja.
“Kalau kami orang awam bilangnya itu angin duduk. Asam lambung naik, pernapasan terganggu, yang memicu kerja jantung jadi enggak normal,” terang Fauzan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.