Taman Bermain Anak Ciremai Menanti Sentuhan Perbaikan Megapolitan 5 Desember 2025

Taman Bermain Anak Ciremai Menanti Sentuhan Perbaikan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

Taman Bermain Anak Ciremai Menanti Sentuhan Perbaikan
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com –
Pagi di Taman Bermain Anak Ciremai tidak pernah benar-benar sepi, tetapi tidak juga begitu ramai.
Di antara rimbun pepohonan tua yang menaungi bangku-bangku semen, taman kecil ini seperti menahan napas panjang—masih hidup, namun jelas menua.
Di sudut taman, seorang pria berjaket biru duduk sendirian di bangku berbentuk kubus.
Ia sibuk dengan ponselnya, sesekali menengok ke jalan raya yang membentang di depan taman.
Lalu lalang motor, angkot yang berhenti menunggu penumpang, dan pejalan kaki yang melintas pelan menjadi latar suara keseharian yang terus mengiringi.
Dari situ, wahana bermain anak yang dulu mungkin menjadi rebutan kini tampak berdiri kaku.
Sebuah monkey bar berwarna merah, biru, dan kuning yang semestinya memanggil anak-anak untuk memanjat—memperlihatkan cat yang mengelupas dan karat di sana-sini.
Lingkaran-lingkarannya yang tersusun vertikal tampak kusam, menandakan usia panjang tanpa perawatan berarti.
Tak jauh dari situ, ayunan besi menjadi saksi bisu betapa lama taman ini tidak tersentuh pembaruan.
Rantainya bukan lagi rantai utuh, sebagian adalah tambalan kain dan tali yang sudah rapuh, diikat seadanya agar kursi ayunan tetap tergantung.
Kursinya sendiri memudar, cat kuning dan biru bergantian menutupi besi yang telah tipis oleh karat.
Ayunan itu bergeming, seolah tidak percaya diri lagi untuk menampung berat seorang anak.
Di area tengah, jalur pedestrian dari conblock mengitari taman kecil ini.
Sebagian batu permukaan sudah ditumbuhi lumut, menandakan lembap dan teduhnya tempat itu sepanjang hari.
Beberapa pengunjung tampak memanfaatkan taman sekadar untuk beristirahat.
Di antara suasana yang sunyi itu, Taman Bermain Anak Ciremai terasa seperti ruang publik yang masih bertahan berkat pepohonannya, bukan lagi karena fasilitas bermainnya.
Salah seorang warga yang datang membawa anaknya bermain pagi itu, Untung (50), menuturkan bahwa taman sudah rusak lebih dari setahun lalu.
Awalnya hanya cat yang mulai pudar kemudian lantai mulai ambles, hingga akhirnya ayunan benar-benar tidak bisa dipakai lagi.
“Ada setahun lah lebih kali ya, tapi masih suka dipakai, ya seadanya aja,” ujar Untung saat ditemui, Kamis (4/12/2025).
Ia mengatakan, warga yang punya anak kecil termasuk dirinya masih membawa anaknya ke taman ini, tetapi kini harus lebih berhati-hati.
Jika dulu anak-anak leluasa bermain, sekarang mereka sering kali hanya bisa duduk atau bermain di bagian taman yang masih aman.
“Kurang lengkap aja kali ya. Kalau buat anak-anak, yang ada-adanya aja dipakai. Kayak ini kan sebenarnya rusak-rusak (ayunan),” katanya sambil menunjuk ke salah satu rangka ayunan.
Untung masih ingat masa ketika taman ini jauh lebih hidup.
Pada pagi hari, anak-anak berlarian, sementara warga dewasa berolahraga ringan atau sekadar berbincang.
Menjelang sore, suara tawa anak-anak memenuhi udara ketika matahari mulai turun.
“Dulu ya rame. Pagi sore pasti banyak yang main,” ujarnya.
Masalah lain sempat muncul ketika rumput dibiarkan tumbuh tinggi.
Kondisi itu memicu keberadaan nyamuk dalam jumlah lebih banyak dari biasanya.
Meski kini rumput sudah dipangkas, warga tetap mengingat masa itu sebagai tanda betapa kurang terawatnya area ini.
“Iya kalau banyak nyamuk ya, emang waktu itu juga sih udah banyak. Tadinya rumput-rumputnya pada tinggi,” kata Untung.
Selain masalah fasilitas, taman ini juga mengalami perubahan fungsi yang tidak positif.
Seiring kurangnya perawatan dan minimnya penerangan di malam hari, taman sering dijadikan tempat nongkrong remaja.
Untung yang bekerja dengan sistem shift kerap melewati taman pada malam hari sepulang kerja.
Dari pengalamannya, ia sering melihat beberapa anak muda berkumpul di sudut taman.
“Nah itu suka, anak-anak suka kadang-kadang buat nongkrong ya. Kalau pulang malam gitu lihat, banyak orang gitu, kayak ngerokok gitu-gitu,” ujar dia.
Ia tidak mengatakan hal itu sebagai masalah besar, tetapi mengakui bahwa kondisi tersebut membuat sebagian warga merasa waswas.
Terlebih ketika ada anak kecil atau ibu-ibu yang harus melewati area itu pada malam hari.
Darmadi (47), warga lainnya yang sudah tinggal sejak 2010, mengatakan hal serupa. Dalam kesehariannya, ia hampir selalu melewati taman, entah pagi saat berangkat kerja atau sore ketika menemani anak-anak bermain.
Baginya, perubahan wajah taman kini sangat jelas dibandingkan masa ketika tempat itu masih terawat.
“Beda lah, kadang ada aja anak nongkrong sambil ngerokok. Nggak tiap hari, cuma sering keliatan kalau saya pulang malam,” kata dia.
Darmadi juga mengatakan bahwa
kondisi taman
yang mulai rusak membuat anak-anak tidak lagi bisa bermain bebas.
Akibatnya, sebagian memilih bermain di jalan atau berpindah ke taman lain yang kondisinya lebih baik.
“Sekarang mereka main seadanya aja. Karena fasilitasnya banyak yang nggak lengkap. Kadang malah main di jalan,” ujarnya.
Meski kondisinya menurun, warga tidak pernah kehilangan harapan. Ribuan langkah dan suara warga sudah akrab dengan taman kecil itu.
Sebagai ruang publik yang berada di tengah permukiman, keberadaannya dianggap penting, bukan hanya sebagai tempat bermain, tetapi juga ruang interaksi sosial warga.
Untung berharap pemerintah setempat dapat memberi perhatian lebih pada taman-taman kecil seperti
Taman Ciremai
.
Menurut dia, fasilitas sederhana saja sudah cukup, asal aman dan nyaman.
“Ya mungkin lebih itu aja kali ya. Lebih diperbaiki aja ya fasilitasnya sama keamanannya kali ya kalau malam,” kata dia.
Darmadi juga memiliki harapan serupa. Baginya, taman ini tidak perlu dibuat mewah.
Cukup memastikan ayunan berfungsi, perosotan aman, bangku kokoh, dan penerangan terang.
“Ayunannya dibenerin dulu. Itu yang paling dipakai anak-anak,” kata dia.
Ia menilai taman kecil seperti ini sering luput dari perhatian, padahal justru menjadi ruang vital bagi warga sekitar.
Anak-anak yang tinggal di permukiman sangat bergantung pada satu-satunya ruang terbuka di lingkungan mereka.
“Penting banget, taman ini tuh tempat mereka gerak dan ketemu teman,” kata Darmadi.
Kepala Bidang Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Devi Librianti, menegaskan bahwa taman tersebut tetap dirawat.
“Sebenarnya taman tidak terbengkalai, ada petugas yang rutin membersihkan, ada pemeriksaan rutin namun beberapa part belum diganti,” kata Devi.
Menurut dia, rutinitas kebersihan tetap berjalan setiap hari. Daun jatuh dibersihkan, sampah dikumpulkan, dan alat permainan diperiksa.
Namun pemeriksaan bukan berarti semua kerusakan bisa langsung dibenahi.
Devi mengatakan, taman-taman kecil seperti Ciremai biasanya mendapatkan pemeliharaan ringan.
Jika ada bagian permainan yang patah, petugas bisa melakukan perbaikan cepat seperti pengelasan.
“Untuk perbaikan mainan kalau patah bisa langsung dilas, tapi kalau ada part yang hilang kami harus mengusulkannya dulu di penganggaran karena kami tidak menyetok part,” ujarnya.
Devi menjelaskan bahwa taman Ciremai sebenarnya sudah mendapatkan pembaruan, terakhir pada 2023.
“Untuk fasilitas bermain anaknya terakhir diperbaharui tahun 2023,” kata dia.
Namun pembaruan itu belum berlanjut ke revitalisasi besar.
Rencana prioritas tahun ini tidak memasukkan taman Ciremai sebagai lokasi revitalisasi menyeluruh.
“Taman ini belum masuk daftar prioritas untuk direvitalisasi, paling pemeliharaan alatnya saja,” ujar Devi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.