Gunakan Oksigen, "Crazy Rich" Palembang Didakwa Pasal Berlapis Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino Regional 4 Desember 2025

Gunakan Oksigen, "Crazy Rich" Palembang Didakwa Pasal Berlapis Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        4 Desember 2025

Gunakan Oksigen, “Crazy Rich” Palembang Didakwa Pasal Berlapis Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino
Tim Redaksi
PALEMBANG, KOMPAS.com
– Kemas H Abdul Halim, yang dikenal sebagai Crazy Rich Palembang atau Haji Alim, menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pemalsuan dokumen lahan untuk pembangunan Tol Betung-Tempino pada Kamis (4/12/2025).
Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri
Palembang
yang saat ini berlokasi di Museum Tekstil Palembang.
Sebelum persidangan dimulai,
Haji Alim
tiba di lokasi menggunakan ambulans dari RSUD Siti Fatimah.
Ia terlihat terbaring di tempat tidur medis, mengenakan pakaian pasien, dilengkapi dengan masker, tabung oksigen, infus, serta didampingi petugas kesehatan.
Terdakwa sebelumnya telah dibantarkan (penundaan pelaksanaan pidana) sejak Maret 2025 karena alasan kesehatan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Muba membacakan dakwaan berlapis terhadap Haji Alim, yang mencakup Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana
Korupsi
(Tipikor), Pasal 5, serta Pasal 9 UU Tipikor.
Dalam dakwaan tersebut, Haji Alim, selaku Direktur PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB), diduga memalsukan dokumen surat penguasaan fisik lahan di Desa Peninggalan dan Desa Simpang Tungkal, Muba, pada November hingga Desember 2024.
Dokumen itu diduga digunakan untuk pengajuan ganti rugi pembebasan lahan proyek tol, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 127 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPKP.
“Pasal 2 jelas ada kerugian negara, Pasal 5 unsur gratifikasi, dan Pasal 9 sesuai putusan sebelumnya terhadap dua terpidana pemalsuan surat,” ungkap Kasi Intel Kejari Muba, Abdul Harris Augusto, setelah sidang.
Harris menambahkan, majelis hakim menetapkan agar terdakwa hadir langsung di persidangan untuk memberikan kepastian hukum setelah berbulan-bulan menjalani perawatan.
“Dengan begitu beliau tidak terkatung-katung. Jika tidak terbukti, majelis akan mempertimbangkan. Jika terbukti, ada upaya hukum banding hingga kasasi,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa peran terdakwa akan semakin jelas saat pemeriksaan saksi-saksi.
Kasus ini sebelumnya telah menjerat Amin Mansyur, mantan pegawai BPN Muba.
Ketua tim hukum Haji Alim, Jan Maringka, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam konstruksi dakwaan, terutama terkait empat titik lahan yang menjadi obyek perkara.
Ia mengeklaim menemukan patok papan sita yang dipasang penyidik Kejari Muba berada di area Hak Guna Usaha (HGU) milik kliennya.
“Ini janggal. Dakwaan pertama saja berubah menjadi dakwaan ketiga,” kata Jan.
Pihaknya juga menilai perhitungan kerugian negara sebesar Rp 127 miliar tidak memiliki dasar yang kuat.
“Kerugian negara harus nyata, bukan asumsi. Perhitungan yang dipakai appraisal KJPP lalu diambil alih BPKP. Model perhitungan asumtif seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.