RSA mendorong pemanfaatan teknologi mitigasi kecelakaan lalu lintas

RSA mendorong pemanfaatan teknologi mitigasi kecelakaan lalu lintas

Kalau terus menyalahkan faktor manusia, tidak akan ada habisnya. Ini momentum yang tepat untuk mengoptimalkan teknologi sebagai langkah mitigasi.

Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Pengawas Road Safety Association (RSA) Indonesia Rio Octaviano menegaskan pentingnya pemanfaatan teknologi mitigasi kecelakaan lalu lintas, guna meningkatkan standar keselamatan roda dua dan menekan jumlah kecelakaan melalui regulasi serta edukasi berkelanjutan.

“Kalau terus menyalahkan faktor manusia, tidak akan ada habisnya. Ini momentum yang tepat untuk mengoptimalkan teknologi sebagai langkah mitigasi,” kata Rio dalam keterangan di Jakarta, Minggu.

Ia menyampaikan perlunya peningkatan standar keselamatan kendaraan bermotor roda dua sebagai bagian dari upaya menekan angka kecelakaan lalu lintas nasional.

“Edukasi yang selama ini menjadi fokus utama tidak dapat berdiri sendiri,” ujarnya.

Menurutnya dengan jumlah penduduk Indonesia berusia di atas 17 tahun mencapai 195 juta jiwa, melatih semuanya dalam tiga tahun berarti harus menjangkau 5,4 juta orang per bulan, angka yang sulit dibayangkan.

Sehingga bagi dia, hal itu cukup sulit jika pencegahan kecelakaan hanya bertumpu pada edukasi. Bahkan menurutnya, jika tenggat waktu diperpanjang menjadi 10 tahun, jumlahnya tetap mencapai 1,6 juta orang per bulan.

“Memprihatinkan memang, Sepanjang 2024, data IRMSS (Integrated Road Safety Management System) Korlantas Polri mencatat kendaraan roda dua menjadi yang paling banyak terlibat pelanggaran lalu lintas, mencapai 1.541.873 kasus,” ujarnya pula.

Dari jumlah tersebut, kata dia lagi, lebih dari 150.000 di antaranya berujung pada kecelakaan, dengan korban jiwa mencapai 26.893 orang. Yang mana anak-anak dan remaja menempati porsi signifikan dari korban, 16,11 persen di antaranya berusia di bawah 17 tahun.

“Kalau hanya mengandalkan edukasi, tidak akan mampu dan memang tidak realistis. Jadi lebih baik maksimalkan pilar teknologi,” katanya menegaskan.

Dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK), ujar Rio, pilar ketiga secara tegas menekankan pentingnya teknologi keselamatan berkendara untuk mencegah kecelakaan dan meminimalkan risiko korban, sebuah strategi jangka panjang yang belum dioptimalkan.

Lebih lanjut, Roy mengatakan bahwa pandangan serupa juga sebelumnya disampaikan Pakar Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) R Sony Sulaksono Wibowo yang menilai teknologi bisa menjadi faktor penentu dalam mencegah kecelakaan fatal.

“Data menunjukkan bahwa pengendara rata-rata hanya punya 0,75 detik untuk bereaksi sebelum kecelakaan. Ironisnya, hampir 50 persen pengendara tidak merespons sama sekali. Kondisi ini bisa dibantu bila kendaraan dilengkapi teknologi keselamatan yang tepat seperti ABS,” katanya lagi.

Indonesia sudah meratifikasi standar UN dan mengakui hasil pengujian regional lewat ASEAN Mutual Recognition Agreement (ASEAN MRA). Negara-negara tetangga telah lebih dahulu melangkah.

Di Malaysia, misalnya, setelah kajian dua tahun oleh Kementerian Transportasi, sistem pengereman Anti-lock Braking System (ABS) ditetapkan sebagai standar wajib untuk motor baru karena terbukti menurunkan angka kecelakaan dan kematian hingga 30 persen.

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.