Jakarta (ANTARA) – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan perlu adanya penguatan dialog bipartit antara perusahaan dan pekerja agar penyesuaian upah mencerminkan kondisi riil usaha di tanah air.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam di Jakarta, Selasa, menyampaikan kesejahteraan pekerja tidak dapat bergantung pada upah minimum semata, namun berlandaskan ekosistem pengupahan yang komprehensif yang sejalan dengan peningkatan produktivitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM).
“Kenaikan upah yang berkelanjutan hanya mungkin terjadi jika dibarengi peningkatan produktivitas. Pekerja yang kompetensinya meningkat akan memiliki mobilitas karir lebih baik dan kemampuan earning yang lebih tinggi, sekaligus memperkuat daya saing perusahaan,” ucap dia.
Pihaknya menegaskan fungsi dasar upah minimum sebagai jaring pengaman bagi pekerja berpendapatan terendah, bukan standar upah universal.
Dirinya juga mendorong dukungan pemerintah terhadap sarana prasarana pekerja seperti transportasi publik, perumahan terjangkau dekat kawasan industri, serta fasilitas kesehatan dan pendidikan.
“Investasi pemerintah pada infrastruktur pekerja dapat menurunkan biaya hidup secara signifikan tanpa membebani biaya upah perusahaan secara langsung,” kata Bob lagi.
Ia juga menekankan perlunya penguatan sistem jaminan sosial dan kebijakan perpajakan yang mendukung pekerja berpenghasilan rendah, termasuk peningkatan kualitas layanan BPJS tanpa menambah beban iuran tenaga kerja.
Apindo menilai penataan kebijakan upah minimum yang lebih proporsional dan berbasis data pasar tenaga kerja penting untuk mengembalikan Kaitz Index ke level sehat di bawah 1, sebagaimana karakteristik negara berkembang yang masih perlu memperluas lapangan kerja formal.
“Penyesuaian ini diperlukan untuk meningkatkan inklusi pasar kerja, memperkuat daya saing tenaga kerja, dan memastikan penciptaan lapangan kerja formal tetap berkelanjutan,” kata dia.
Dari catatan Apindo, produktivitas nasional dalam lima tahun terakhir hanya tumbuh 1,5-2 persen, sementara tekanan kenaikan upah minimum berada pada kisaran 6,5-10 persen.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan tengah menyusun konsep pengupahan upah minimum provinsi (UMP) pada 2026 yang besarannya tidak satu angka seperti tahun lalu, serta tidak diumumkan pada 21 November 2025 sebagaimana amanat PP 36/2021.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan dalam menyusun konsep ini, pihaknya menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2023 secara menyeluruh yang mempertimbangkan kebutuhan hidup layak dalam penetapan upah.
“Di situ ada amanat terkait dengan, misalnya bagaimana upah itu mempertimbangkan kebutuhan hidup layak, sehingga kita membentuk tim untuk merumuskan, dan menghitung, mengestimasi kira-kira kebutuhan hidup layak itu berapa,” ucapnya.
Menaker juga mengungkapkan bahwa pemerintah menyadari masih terdapat disparitas upah minimum antarwilayah, baik antarkota, kabupaten, maupun provinsi.
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
