Dari Pemulung karena Tekanan Hidup, Lilis Kini Memimpin Koperasi yang Topang Ribuan Orang Megapolitan 24 November 2025

Dari Pemulung karena Tekanan Hidup, Lilis Kini Memimpin Koperasi yang Topang Ribuan Orang
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

Dari Pemulung karena Tekanan Hidup, Lilis Kini Memimpin Koperasi yang Topang Ribuan Orang
Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com –
Perjalanan hidup
Listiarsih
(55), atau yang akrab disapa Lilis, menunjukkan pekerjaan pemulung yang kerap dipandang sebelah mata justru dapat menjadi penopang ekonomi bagi ribuan orang.
Dari keterdesakan hidup, ia kini memimpin
Koperasi Pemulung Berdaya
Tangerang Selatan (Tangsel) di Jalan Cipeucang Raya, Kademangan, Setu, yang menjadi tumpuan bagi pemulung dan bandar kecil di wilayah Jabodetabek.
Lilis menuturkan, perjalanan dimulai pada 2010. Saat itu, suaminya meninggal dan ia harus menghidupi tiga anaknya yang masih kecil.
“Kalau kerja pabrik sudah enggak bisa, jadi pembantu juga enggak cukup. Mulung itu yang paling fleksibel, pagi bisa urus anak dulu,” kata Lilis kepada
Kompas.com.
Berbekal kebutuhan dan keberanian, ia mulai mengumpulkan plastik dan barang bekas dari pasar hingga kawasan wisata.
Pendapatan awalnya sangat kecil, hanya Rp 3.500 per kilogram botol PET. Ia mengaku sempat merasa rendah diri karena profesi pemulung dianggap sebagai pekerjaan rendahan, termasuk oleh keluarga almarhum suaminya.
“Dibanding-bandingin sama keluarga suami tapi saya mikirnya yang penting kerja halal dan anak-anak cukup,” ucapnya.
Lilis menjalani pekerjaan itu perlahan hingga akhirnya beberapa pemulung ingin ikut bekerja bersamanya. Selama setengah tahun memulung sendiri, ia kemudian membuka lapak kecil dan mulai mengelola enam anak buah.
“Ada teman bilang ‘aku mau ikut’, terus ada anak buah adik saya juga diserahin. Ya sudah, mulailah bandar kecil,” jelas dia.
Titik baliknya terjadi pada 2013 ketika ia dan para bandar lain diajak membentuk koperasi oleh pengelola penampungan plastik PET di Maruga. Meski mengaku tak memahami dunia koperasi, Lilis akhirnya bersedia menjadi ketua.
“Semua enggak mau jadi ketua. Ya sudah lah, enggak apa-apa saya. Padahal saya enggak tahu apa-apa juga,” katanya.
Di bawah kepemimpinannya, Koperasi Pemulung Berdaya berkembang menjadi wadah yang menaungi ribuan pemulung di Jabodetabek.
Koperasi ini memiliki lahan operasional seluas 1.800 meter persegi, mempekerjakan pekerja produktif, serta memberdayakan pemulung lansia sebagai pekerja lepas untuk tugas-tugas ringan.
“Kami juga memberdayakan yang sudah usia lanjut, tapi freelance. Kalau enggak kita kasih kerjaan, pendapatannya enggak ada. Tapi enggak bisa diporsir juga, kasihan. Jadi dikasih kerjaan yang ringan saja,” ujar Lilis.
Kini, kondisi berbalik. Selain menghidupi keluarganya, koperasi yang dipimpinnya menjadi penopang ekonomi bagi banyak pemulung dan bandar kecil di wilayah tersebut.
“Sekarang semua sampah itu ada nilainya. Kalau pemulung rajin, pasti cukup. Bahkan keresek pun laku sekarang,” kata dia.
Dengan perjalanan yang dimulai dari memulung seorang diri hingga memimpin koperasi besar, Lilis menegaskan pemulung bukan pekerjaan rendahan, melainkan bagian penting dari rantai
ekonomi sirkular
yang menghidupi banyak orang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.