Makam Tanpa Nama di TPU Nyi Resik Indramayu: Tempat Peristirahatan Mereka yang Tak Pernah Dicari Regional 23 November 2025

Makam Tanpa Nama di TPU Nyi Resik Indramayu: Tempat Peristirahatan Mereka yang Tak Pernah Dicari
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 November 2025

Makam Tanpa Nama di TPU Nyi Resik Indramayu: Tempat Peristirahatan Mereka yang Tak Pernah Dicari
Tim Redaksi
INDRAMAYU, KOMPAS.com
– Di sudut sepi TPU Nyi Resik, Desa/Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berderet gundukan tanah tanpa nisan.
Tidak ada nama, tanggal, atau identitas. Hanya tanah yang mengeras dan rumput liar yang tumbuh tinggi.
Di bawah gundukan-gundukan itu bersemayam mereka yang meninggal tanpa ada satu pun yang mencari. Tubuh mereka ditemukan tanpa identitas, dan saat jasadnya tiba di pemakaman, tidak ada keluarga yang datang.
“Udah enggak kehitung ada berapa jasad yang dikubur di sana. Memang tempatnya untuk makam orang-orang yang nggak ada identitasnya,” ujar Rusja (83), penjaga makam, Minggu (23/11/2025).
Area
makam tanpa nama
berada di tepi paling luar pemakaman, dekat persawahan.
Beberapa makam hanya ditandai potongan batu bata, sementara lainnya tanpa tanda sama sekali—hanya gundukan tanah.
Rumput liar menutupi sebagian besar area, membuat siapa pun tak akan menyangka bahwa di balik tanah-tanah itu tersimpan banyak kisah hidup yang tak pernah selesai.
“Keluarganya enggak ada yang nyariin, namanya siapa juga enggak tahu, jadi dibiarkan begitu saja,” kata Rusja.
Sepanjang 2025, sudah lima jenazah tanpa identitas dikuburkan di sana. Salah satunya dikebumikan pekan lalu, tanahnya masih basah. Tidak ada yang datang mencari.
“Kalau yang ini kurang tahu penyebab kematiannya gimana. Mayatnya dari RSUD, sama, nggak ada identitas,” katanya.
Menurut Rusja, jenazah yang dimakamkan di area ini datang dari beragam kondisi.
Banyak yang merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang sakit dan meninggal di jalan.
Ada juga korban kecelakaan: tertabrak kereta, tersambar kendaraan di jalan raya, atau ditemukan di sungai dan laut dalam kondisi tak lagi utuh sehingga sulit dikenali.
“Dulu sebelum ada Tol Cipali dan Pantura masih ramai, sering ada kecelakaan. Kalau nggak tahu identitasnya, dimakamkannya di sini,” ujar Rusja.
Lahan untuk jenazah tanpa identitas kini hampir habis. Sebagian makam dibuat hingga tiga lapis—tulang jenazah lama diangkat dan ditimbun kembali bersama jenazah baru.
“Nanti jenazah yang sudah jadi tulang ditimbun kembali di atasnya. Sekarang sudah tiga lapis untuk satu makam,” jelasnya.
Meski sebagian besar tetap tanpa nama selamanya, ada beberapa jenazah yang akhirnya ditemukan keluarganya.
Rusja menunjuk dua makam yang kini sudah dikeramik. Awalnya juga tidak bernama, namun seminggu setelah pemakaman, keluarga datang setelah mendapat informasi dari rumah sakit.
“Itu korban tenggelam di laut. Ternyata orang Cirebon. Sekarang makamnya keurus, keluarganya sering ke sini,” katanya.
Tiga tahun terakhir, area makam tanpa nama jarang tersentuh perawatan. Rusja yang sudah sepuh hanya mampu merawat makam-makam yang rutin diziarahi keluarga.
“Kalau mau dibersihkan bingung. Tidak ada keluarganya yang datang. Belum lagi buat bersihin rumput harus keluar modal. Ini juga beli obat pakai uang sendiri,” ujarnya.
Ia mengaku khawatir jika kelak dirinya sudah tidak mampu lagi mengurus pemakaman. Selama ini ia hanya dibantu putranya, Ade Supriyanto (30). Keduanya mengurus makam secara sukarela, tanpa gaji maupun honor dari pemerintah.
Sumbangan pelayat pun tidak bisa diandalkan karena hanya datang pada momen seperti Lebaran.
“Saya nggak bisa ngebayangin kalau nanti saya nggak ada, siapa yang mau rawat makam di sini,” tuturnya.
Di balik sunyi dan rumput liar, makam-makam tanpa nama itu tetap berbaring tanpa identitas—menunggu seseorang sekadar mengingat bahwa mereka pernah hidup.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.