Cerita Hendrik Hidup dari Upah Bersihkan Makam sejak SD hingga Berkeluarga Makassar 23 November 2025

Cerita Hendrik Hidup dari Upah Bersihkan Makam sejak SD hingga Berkeluarga
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        23 November 2025

Cerita Hendrik Hidup dari Upah Bersihkan Makam sejak SD hingga Berkeluarga
Tim Redaksi
MAKASSAR, KOMPAS.com
— Hendrik (55), warga Jalan Kancil, Kecamatan Mamajang, Makassar, telah menjadi pembersih makam sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
Profesi yang dijalaninya sejak kecil itu hingga kini menjadi sumber penghidupan bagi keluarganya.
Sebagai ayah dari dua anak, Hendrik menyebut pekerjaan ini membantunya membiayai pendidikan anak-anaknya, termasuk satu yang kini berkuliah di sebuah perguruan tinggi di Sulawesi Selatan.
“Masih kecil (jadi
pembersih makam
), sampai saya tamat (sekolah), bayar uang sekolah hasil bersihkan makam,” ungkap Hendrik di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dadi, Jalan Amirullah, Sabtu (22/11/2025).
Kedekatan TPU dengan rumahnya membuat Hendrik sering berada di lingkungan pemakaman sejak remaja. Sepulang sekolah, ia kerap bermain di lapangan sekitar TPU sambil menunggu peziarah yang membutuhkan jasanya.
Setelah lulus SMA, Hendrik sempat mencoba pekerjaan lain sebagai tukang reparasi AC. Namun, pekerjaannya tak bertahan lama.
“Belum rezeki. Setelah kerja, saya kembali lagi di sini (pembersih makam),” ujarnya.
Dengan tatapan sayup, Hendrik mengatakan bahwa ia ikhlas menjalani pekerjaan ini. Apalagi ia bisa menolong orang lain. 
Selama puluhan tahun bekerja, Hendrik tidak pernah mematok tarif untuk jasanya. Upah biasanya diberikan secara sukarela, berkisar Rp5.000 hingga Rp10.000.
“Kalau dapat yah bersyukur. Kalau tidak dapat ya syukur juga,” katanya.
Untuk menambah penghasilan, Hendrik dan istrinya juga menjual kue tradisional yang dititipkan ke pedagang kelontong. Usaha kecil itu turut membantu menutup kebutuhan pendidikan anak-anaknya.
Pada momen tertentu seperti Ramadan dan Idul Fitri, pendapatan Hendrik meningkat signifikan.
“Mau masuk Idul Fitri, puasa, sama Idul Adha. Kayak ratusan. Dapat 100, hingga 200, begitukan banyak orang bersiara,” tuturnya.
Meski terbiasa bekerja keras, Hendrik mengaku musim hujan menjadi tantangan tersendiri bagi penggali makam.
“Ya kita kalau tanam jenazah itu kan musim hujan, jadi ya kerja berat gitu,” katanya.
Pada 2020, ia juga pernah menjadi salah satu penggali kubur korban Covid-19.
“Korban sudah dibungkus di peti. Kita cuma makamkan, sama petugas Covid-nya,” tutur Hendrik. Dari pekerjaan itu, ia menerima upah lebih tinggi, sekitar Rp50.000 sampai Rp100.000.
Meski penghasilannya tergolong minim, Hendrik memilih tidak banyak berharap pada bantuan pemerintah.
“Mengharap pemerintah tidak juga. Lebih bagus untuk kita sendiri bagaimana kita bisa hidup di dunia ini untuk keluarga,” kata dia.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Makassar mencatat 85 pembersih makam non-ASN telah diangkat menjadi PPPK paruh waktu dengan gaji Rp1,5 juta per bulan.
Sementara pegawai PJLP Petugas Pemakaman berjumlah tujuh orang dengan gaji Rp2.763.277 per bulan.
Profesi pembersih makam memang kerap luput dari perhatian. Namun, peran mereka sangat penting dalam proses pemulasaraan jenazah dan menjaga kebersihan area pemakaman.
Hendrik menjadi salah satu wajah dari kerja sunyi itu, seorang bapak yang terus bertahan demi keluarganya, meski dengan penghasilan yang jauh dari kata pasti.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.