Hotel Darurat Stasiun Cikarang: Tidur “Ngemper” dan Dihantui Rasa Was-was
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Stasiun Cikarang, Bekasi, berubah menjadi hotel dadakan di malam hari. Sejumlah warga terlihat terlelap di dinginnya lantai stasiun itu.
Mereka yang memutuskan bermalam di
Stasiun Cikarang
biasanya menunggu kereta paling pagi untuk berangkat kerja.
Ada pula yang memutuskan beristirahat di “hotel darurat” itu karena kehabisan kereta malam.
Pengamatan
Kompas.com
pada Jumat (21/11/2025) sekitar pukul 01.00 WIB, ada 17 orang yang sedang berada di ruang tunggu kereta perjalanan jarak jauh yang berada di lantai II stasiun.
Terlihat beberapa warga sedang tidur dalam posisi duduk di kursi tunggu. Ada pula satu orang tidur ngemper atau berbaring tanpa alas di lantai tepat di belakang deretan kursi stasiun.
Beberapa orang juga terlihat duduk melingkar dekat titik pengisian baterai handphone (
charging station
) karena sedang menunggu smartphone masing-masing mengisi daya.
Dua keluarga yang membawa anak mereka tampak membereskan letak koper dan ransel agar bisa ditempatkan rapi dekat kursi tunggu.
Di antara belasan orang itu, ada Adit (50), warga Cikarang yang berniat pergi ke Banten untuk berangkat kerja pada Jumat pagi.
Sambil menunggui handphone-nya mengisi daya, Adit menceritakan pengalamannya menginap di Stasiun Cikarang.
“Saya dua kali ini bermalam di sini. Nunggu kereta paling pagi buat berangkat ke Banten. Memang harus ambil kereta paling pagi, supaya tidak kesiangan sampai di tempat kerja,” ujar Adit yang merupakan pekerja proyek di Krenceng, Cilegon, Banten itu saat disapa Kompas.com.
Adit baru sebulan bekerja di Banten. Seminggu dua kali dia pulang ke Cikarang untuk menjenguk keluarga.
Pada Kamis malam sekitar pukul 22.30 WIB, Adit berangkat dari rumahnya untuk menunggu kereta di Stasiun Cikarang.
Menurutnya, perjalan ke Krenceng membutuhkan waktu lebih dari lima jam. Adit memperkirakan bisa tiba di Krenceng sekitar pukul 10.00 WIB.
“Jadi dari Cikarang ini, saya naik KRL jurusan ke Angke. Lalu nanti dari Angke naik lagi jurusan ke Rangkasbitung. Dari situ naik ke jurusan Merak. Nah saya turunnya di Krenceng,” kata Adit.
Sebenarnya, Adit punya pilihan untuk naik bus umum. Namun, biaya yang dihabiskan jauh lebih mahal untuk sekali jalan.
Selain itu ada risiko ketinggalan bus dan macet di jalan yang memakan waktu.
Sementara perjalanan naik KRL ke Krenceng tidak sampai menghabiskan Rp 20.000 untuk sekali jalan.
“Jadi walau harus berganti-ganti kereta, dan nginep di stasiun ya saya jalani saja. Lebih praktis. Saat perjalanan saya bisa tidur di kereta. Bentuk sampai lokasi kerja nanti sudah segar,” ucap Adit.
Ia mengaku tidak ada persiapan khusus untuk menginap di stasiun. Hanya jaket dan perlengkapan toilet yang dibawahnya.
Sementara untuk obat-obatan Adit mengaku bisa membeli di perjalanan.
Sambil bergurau, Adit menyebut persiapan utama untuk menginap di Stasiun Cikarang adalah mental dan keberanian.
“Memang tantangannya dingin sih. Tapi kan pakai jaket. Tapi yang utama itu mental, kalau ada petugas yang judes, kalau ada preman atau orang jahat, biar kita sabar menghadapi,” kata dia.
Selama dua kali menginap di Stasiun Cikarang, Adit mengaku tidak pernah sekalipun tidur.
Ketika pertama kali dia menginap di sana, Adit diusir oleh petugas stasiun setelah mendekati pukul 01.00 WIB.
“Waktu itu kan saya nge-charge baterai handphone. Baru dapat sedikit, petugas meminta saya dan warga lain keluar stasiun. Katanya memang di area dalam tidak boleh untuk menginap,” ujar Adit.
Saat itu, Adit langsung menuju ke lantai I stasiun di bagian pintu masuk. Di sana ia beristirahat sambil menunggu kereta pertama jurusan Cikarang-Angke.
Adit mengaku tidak memejamkan mata saat beristirahat di lantai I. Sebab, dia takut ada orang tak dikenal yang berbuat jahat.
“Saya kan sering ketinggalan kereta ya. Ya di Rangkasbitung, di Manggarai juga pernah. Kalau di Rangkasbitung cenderung aman, petugasnya ramah. Pas di Manggarai wah itu ngeri, banyak preman saat nunggu di luar stasiun. Di Cikarang ini sepi, jadi saya waspada juga,” ujar dia.
Adit juga menyesalkan tindakan petugas yang meminta para warga untuk keluar lokasi stasiun.
Menurutnya, warga bisa diatur untuk beristirahat dan menunggu di dalam stasiun asalkan diberi arahan untuk menjaga ketertiban.
Selama dua kali menginap di Stasiun Cikarang banyak warga yang memang menunggu kereta pagi dengan menginap.
“Lalu juga ada yang mau ngejar kereta pagi yang jarak jauh ke Jawa Barat, ke Jawa Tengah. Baiknya kan diatur saja supaya bisa istirahat di dalam. Setidaknya lebih aman buat kami,” ucap Adit.
“Diatur saja, dicek warga mau pergi ke mana. Baru kalau ada warga yang tidak bertujuan bepergian naik kereta ya itu yang tidak boleh,” lanjut dia.
Adit menyambut baik rencana pemerintah menyediakan tempat beristirahat di dekat stasiun kereta.
Rencana itu bagus jika diterapkan. Setidaknya akan memberikan kemudahan untuk warga pejuang kereta seperti dirinya.
Menjelang pukul 02.00 WIB, petugas di mulai melakukan penyisiran di area lantai II Stasiun Cikarang.
Ruang tunggu perjalanan kereta jarak jauh tak luput dari penyisiran petugas.
Petugas membangunkan orang yang tertidur dan menanyai tujuan mereka akan pergi ke mana.
Petugas lainnya memberitahukan kepada warga yang sedang mengisi baterai handphone untuk segera meninggalkan ruang tunggu.
Mustafa (59), salah seorang warga mengatakan, petugas memberitahu bahwa penumpang bisa kembali ke lantai II saat menjelang jam keberangkatan KRL maupun kereta pagi.
“Diminta keluar dulu. Nanti jam 04.00 WIB baru boleh ke sini lagi,” ujar Mustafa.
Mustafa sendiri mengaku kehabisan kereta dari Cikarang yang menuju Jakarta pada Kamis (20/11/2025).
Ia baru saja datang dari Bandung untuk menjenguk rekannya di Cikarang yang sedang sakit. Setelah selesai, ia langsung menuju ke Stasiun Cikarang pada Kamis malam.
Namun, ternyata KRL menuju Jakarta sudah habis.
“Jadi ya terpaksa saya menunggu di sini. Susah juga untuk lansia seusia saya. Dinginnya itu lho. Kami sekarang diminta keluar dari stasiun. Saya mau duduk-duduk saja dekat sini nanti. Takut dingin,” kata Mustofa.
Mustofa juga menyesalkan sikap petugas yang meminta warga keluar stasiun. Sebab, ada beragam kondisi warga saat bepergian.
Misalnya yang darurat mengalami kehabisan kereta seperti dirinya. Ia menyarankan agar di dalam stasiun diberikan tempat untuk menunggu khusus bagi warga.
Mustofa mencontohkan di Stasiun Senen dan Stasiun Yogyakarta yang mana warga bisa menunggu kedatangan kereta di area dalam stasiun.
“Kalau di luar itu rawan kan. Kami yang sudah lansia ini tentu was-was jika berada di luar,” kata dia.
Mustofa mendukung jika pemerintah ingin membangun penginapan darurat di dekat stasiun.
Namun, dia menilai ruang tunggu yang layak untuk warga lebih mendesak untuk diadakan.
“Karena lebih baik kita menunggu di dekat tempat keretanya. Kalau istirahat di luar nanti takut kesiangan juga, ketinggalan kereta,” ujar dia.
Lain lagi cerita Feisal (21), warga Serang yang terpaksa bermalam di Stasiun Cikarang pada Kamis hingga Jumat.
Feisal bercerita, iya baru saja kena tipu salah satu perusahaan yang menjanjikannya wawancara kerja di Cikarang.
Padahal, pada Kamis siang, ia sudah jauh-jauh berangkat Serang menuju Cikarang berharap bisa menjalani interview untuk posisi operator produksi pabrik.
“Saya berangkat dari Serang ke Rangkasbitung, dari sana ke Tanah Abang, lalu ke Cikarang. Semua nyambung baik kereta. Sampai di sini, saya baru sadar saya kena tipu,” kata Feisal.
“Tahunya pas sampai sini, saya hubungi kontak penghubung untuk wawancara, kok tidak dibalas-balas. Ternyata nomor saya sudah diblock. Gagal wawancara, saya bingung di sini tidak ada kenalan. Jadi saya terpaksa menginap (di Stasiun Cikarang),” sambung dia.
Feisal sendiri tiba di Cikarang sekitar pukul 18.30 WIB. Ia baru tersadar terkena modus penipuan pada pukul 20.00 WIB.
Karena masih terkejut dengan apa yang dialaminya, Feisal mengaku sempat berdiam diri lama di Stasiun Cikarang.
“Sejujurnya saya shock juga. Masih kepikiran. Akhirnya jadi tertinggal kereta terakhir ke Rangkas, takutnya engga ada kereta lagi kalau tetap berangkat dari sini. Jadinya ya saya menginap saja. Besok pagi-pagi pulang naik kereta pagi,” kata Feisal.
Beruntung, Feisal bertemu Raka (19) dan Sarif (19) yang kehabisan kereta untuk pulang ke Cikampek.
Mereka akhirnya saling berkenalan dan mengisi waktu dengan mengobrol dan makan bersama.
Raka dan Sarif menceritakan, mereka baru saja selesai pelatihan di Manggarai, Jakarta, untuk keperluan persiapan progam magang ke Jepang.
Keduanya biasa naik kereta lokal jurusan Cikarang-Cikampek jika pulang dari pelatihan.
“Tapi tadi kita kemalaman Kak pulangnya. Habis tiketnya waktu sampai sini. Keretanya paling malam ke Cikampek jam 19.20 WIB. Kami sampai sini jam 19.30 WIB,” kata Raka.
Mereka bilang baru pertama kali menginap di Stasiun Cikarang dan tidak bisa tidur.
Sebab tidak ada persiapan dan bekal untuk menginap. Namun, keduanya sudah lapor ke orangtua masing-masing.
“Nanti aja kak tidurnya di rumah. Kita nunggu kereta jam 06.00 WIB Cikampek,” kata Sarif.
“Tadi kita pikir bisa tidur di dalam stasiun ternyata tidak boleh. Yasudah kita bareng-bareng saja ngobrol di taman,” lanjut dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Hotel Darurat Stasiun Cikarang: Tidur "Ngemper" dan Dihantui Rasa Was-was Megapolitan 21 November 2025
/data/photo/2025/11/21/691fd64571f33.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)