Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Sutardjo Tui memberi pandangan serupa.
Ia menilai elektrifikasi di desa tidak hanya menambah kenyamanan masyarakat, tetapi juga langsung menggerakkan ekonomi daerah.
Hadirnya listrik membuka peluang usaha baru, meningkatkan kualitas pendidikan, hingga mempercepat aktivitas ekspor komoditas desa.
“Efeknya adalah, kalau listrik desa itu dibangun di sana, akan tumbuh sumber untuk bahan ekspor. Artinya ekonomi itu berputar,” kata Sutardjo.
Sutardjo bahkan optimistis target elektrifikasi 100 persen dapat tercapai jika pemerintah memiliki komitmen kuat.
Ia menilai Indonesia memiliki sumber energi yang melimpah, sehingga kendala teknis seharusnya bisa diatasi.
“Harusnya masalah teknis bisa teratasi dan saya yakin bisa. Banyak sekali, kok, ada tenaga air, ada segala macam itu, bisa kok itu dimanfaatkan,” terangnya.
Kemudian dari Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik, M. Kafrawy Saenong justru bicara soal dana yang digelontorkan.
Menurutnya, keputusan pemerintah mengalokasikan Rp4,3 triliun sangat masuk akal.
Hanya saja, kebijakan publik harus diiringi dengan pengawasan agar manfaatnya benar-benar sampai ke masyarakat.
“Ya tentu, kalau kami dari sisi kebijakan ya, itu (listrik desa) harus diperjuangkan. Setelah diperjuangkan ya tentu harus diawasi bahwa betul-betul kebijakan ini berdaya guna,” kata Kafrawy.
Lebih lanjut, ia menyebut langkah pemerintah yang mengutamakan daerah 3T untuk menerima manfaat program ini juga sudah tepat.
