Kisah Albina, Penjahit Difabel di Sikka yang Bertahan dan Bangkit Lewat KUR Regional 14 November 2025

Kisah Albina, Penjahit Difabel di Sikka yang Bertahan dan Bangkit Lewat KUR
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        14 November 2025

Kisah Albina, Penjahit Difabel di Sikka yang Bertahan dan Bangkit Lewat KUR
Tim Redaksi
SIKKA, KOMPAS.com
– Wajah perempuan itu tertunduk di hadapan meja mesin jahit. Ia serius dan bergeming. Jarinya lincah memilin lipatan kain yang telah diberi pola. 
Namanya, Albina Abong Wadan (47). Ia bersama sang suami Yoseph Loku (52) membuka lapak jahit di Pasar Bertingkat, Jalan Moa Toda, Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Penjahit Sederhana”. Demikian nama yang terpampang di atas lapak jahitnya.
Hari itu, Albina sendirian. Suaminya sakit dan tak ikut menemani saat
Kompas.com
menyambanginya pada Jumat, 31 Oktober 2025.
Albina dan sang suami merupakan
difabel
penyandang tuna daksa. Setiap harinya, mereka mengais rezeki untuk menghidupi ekonomi keluarga dan pendidikan enam anaknya dari menjahit.
“Saya hari Minggu tidak libur, selepas gereja pasti datang ke sini. Minggu itu ramai pengunjung jadi masuk (lapak),” ucapnya.
Perempuan murah senyum itu antusias ketika bercerita awal mula memulai usaha menjahit.
Sejak memutuskan menikah pada tahun 2000, ia dan sang suami nekat menyewa lapak. Sempat ragu, tapi keduanya yakin untuk tetap fokus melanjutkan usaha.
“Banyak yang memandang sebelah mata, tapi kami bersyukur ada pelanggan tetangga rumah yang datang menjahit ke pasar. Dari situ banyak orang melihat dan tertarik sampai hari ini,” kata Albina.
Kendati usahanya mulai berkembang, Albina masih butuh tambahan modal untuk membeli mesin jahit yang lebih modern.
Sayangnya, modal jadi kendala. Meski ada niat meminjam, tapi masih was-was, apalagi dengan keterbatasan mereka yang miliki.
“Kita bukan tidak bisa cicil, tapi ragu jangan sampai pengajuan ditolak,” ucapnya.
Albina dan sang suami sebetulnya sama sekali tidak mengetahui adanya informasi tentang
KUR
(Kredit Usaha Rakyat).
Perjumpaan pertama kali dengan ibu Nila, pegawai Bank
BRI
Cabang Maumere sungguh sangat melapangkan jalan usaha jahit mereka.
Albina menjadi lebih percaya diri karena sama sekali tak pernah terbayangkan bahwa sebagai penyandang disabilitas, ia dan sang suami diberi kepercayaan untuk mengakses dana KUR.
“Kami awalnya memang tidak tahu sama sekali. Tuhan tunjuk jalan lewat Ibu Nila,” ujar dia. 
Tahun 2018, ia mendapat pinjaman untuk pertama kali atas nama suaminya pinjaman sebesar Rp 15 juta.
Uang itu dipakai fokus untuk pengembangan usaha menjahit. Mesin obras pun dibeli dari pinjaman ini.
“Buah dari pinjaman pertama itu selain mencicil ke bank tapi yang paling bikin rasa bangga adalah anak sulung kami bisa selesaikan studi sarjananya,” kata Albina dengan haru.
Setelah lunas pinjaman pertama, pasangan suami istri ini lanjut mengajukan pinjaman kedua. Besarnya pinjaman Rp 25 juta.
Ada diskusi cukup intens yang ia, suami, dan anak-anaknya lakukan sebelum meminjam modal.
Kepada anak-anaknya, Albina berpesan untuk wajib dukung usaha orangtua cukup dengan sekolah dan belajar yang rajin.
“Saya dan bapak bilang kepada anak-anak. Kita ini tinggal di kota. Tidak punya kebun atau tanah jadi cukup jawab perjuangan orangtua dengan sekolah sampai dapat ijazah strata satu,” ujar Albina menirukan kembali nasihat untuk anak-anaknya.
Usaha jahit yang terus berkembang, menurut Albina, tak lepas dari dukungan salah satu sekolah di Kota Maumere yang berlangganan jahitan seragam kepada mereka.
Sayangnya kerja sama dengan pihak sekolah tidak dilanjutkan setelah adanya pergantian kepala sekolah.
“Tidak apa-apa. Namanya usaha ada pasang surut. Kami percaya rezeki Tuhan sudah atur,” ujarnya.
Dari
pinjaman KUR
ini, dapur permanen dibangun. Anak nomor dua selesaikan studinya dan anak nomor tiga memasuki semester akhir studi di Universitas Nusa Nipa Maumere.
Ketekunan mengangsur pinjaman membawa berkah yang terus mengalir sekalipun satu dua tantangan tetap diakui Albina datang silih berganti.
Meski dua tahun terakhir pendapatan dari usaha memang tidak seramai dulu, baginya masih wajar dan dapat diatasi. Selesai mengangsur KUR tepat waktu jadi catatan positif bagi ia dan suami.
Kini, ia dan suami kembali diberi kepercayaan mengakses dana KUR untuk pinjaman ketiga.
“Karena pinjaman pertama dan kedua pakai nama bapak untuk akses dan segala urusan maka untuk pinjaman ke tiga ini sudah pakai nama saya,” ujarnya lagi.
Pada akses pinjaman ketiga, dana usaha yang diajukan naik menjadi Rp 50 juta pada tahun 2025.
Kepercayaan jadi kunci begitu tekad Albina dan suaminya. Pihak bank juga setia mengunjungi dan memantau jalannya usaha mereka.
Pemimpin Kantor Cabang
BRI Maumere
, Kabupaten Sikka, NTT, I Nyoman Slamet Destrawan mencatat, hingga akhir September 2025, realisasi penyaluran KUR di bank tersebut mencapai Rp 259 miliar dari target Rp 269,6 miliar.
Slamet menegaskan, dana KUR bisa diakses semua lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
“Kalau ada usaha kita layani, intinya ada usaha. Intinya usaha sudah berkembang, bukan mendirikan usaha,” katanya.
Menurut dia, meskipun pemerintah telah memberikan kemudahan, seperti KUR hingga Rp 100 juta tanpa jaminan, selektivitas tetap diperlukan untuk memastikan keberlanjutan usaha.
Hal ini dilakukan dengan memberikan pendampingan dan pembinaan sejak awal, mulai dari memberikan pinjaman kecil, seperti Rp 20 juta hingga Rp 50 juta.
Namun, kata Slamet, permasalahan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi perhatian utama. Banyak bagi banyak calon debitur gagal mendapatkan akses dana KUR.
Pihaknya menemukan adanya riwayat pinjaman di lembaga keuangan lain, seperti koperasi, yang tercatat dalam SLIK.
“Ketika kita cek, cek SLIK-nya, ternyata ada
paylater,
 ada pinjaman mungkin di koperasi atau apa, itu kelihatan dia, di SLIK,” kata dia. 
Slamet menegaskan, jika calon debitur memiliki tunggakan di koperasi atau lembaga keuangan lainnya, sistem secara otomatis akan memblokir pengajuan KUR.
Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nusa Nipa Maumere, Paulus Libu Lamawitak mengemukakan, difabel sebenarnya bagian dari warga negara yang memiliki kesempatan yang sama mengakses dana KUR.
“Untuk kelompok difabel memang secara regulasi tidak mendapatkan penekanan cukup jelas. Perlu ada afirmasi khusus,” ucap dia.
Paulus mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, disebutkan para penyandang disabilitas berhak memperoleh akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan non perbankan.
Namun, menurutnya, turunan dari undang-undang tersebut perlu pembahasan yang sampai tuntas agar ada kejelasan kelompok disabilitas seperti apa yang berwirausaha dan jenis usaha apa yang mau dan sedang dikembangkan.
Paulus secara khusus memberikan masukan pada peran dinas sosial di setiap daerah agar tidak berhenti di pendataan jumlah para difabel, tetapi juga peran pendampingan dan rekomendasi.
“Di sini kita butuh peran dinas sosial, walaupun secara regulasi tidak mewajibkan adanya rekomendasi dari dinsos (dinas sosial) tapi saya kira perlu ada kebijakan khusus juga melalui dinsos,” ujar dia.
Alasannya, kata Paulus, peran dinas sosial menjadi sangat strategis dalam membuka jalur inklusi bagi para penyandang disabilitas, terutama bagi mereka yang memiliki keterampilan khusus, seperti menjahit, bermain musik, atau keterampilan lainnya yang bisa menjadi modal utama dalam mengembangkan usaha.
“Memang perlu tahapan dan kebijakan-kebijakan khusus yg lebih relevan terhadap para penyandang disabilitas ini dalam upaya mendapatkan bantuan KUR. Ini kesempatan yang perlu didalami oleh para pengambil kebijakan untuk juga mengakomodasi sama saudara kita para penyandang disabilitas,” kata dia.
Maria Yustanti Dua Miro (34), salah satu anggota dari Forum Bela Rasa Disabilitas Nian Sikka (Forsadika) mengemukakan harapannya ada kemudahan persyaratan yang diperoleh ia dan teman-teman penyandang yang punya pekerjaan dan ingin mengembangkan usaha.
“Saya bekerja sebagai karyawan swasta dan pengen punya usaha kios sembako, bangunan sudah siap nanti rencana tahun depan bisa mulai dan saudara yang menjaga. Selesai jam kerja saya juga ikut menjaga. Ini impian untuk tahun depan,” ujar Maria.
Sementara itu, Yoseph Loku, Ketua Forsadika pada Selasa, 11 November 2025 mengemukakan, perlu ada perlakuan khusus kepada para difabel yang punya usaha dan mau mengakses KUR.
Menurut dia, akses KUR yang ia peroleh bersama sang istri itu mengikuti aturan reguler seperti orang normal pada umumnya.
“Saya minta kalau bisa ada dua hal yang bisa diatur para pengambil kebijakan yang lebih tinggi, pertama ada MoU antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial untuk urusan KUR tentang bagaimana baiknya dana itu diakses para difabel yang berwirausaha. Dan yang kedua harapan untuk teman-teman di dinas sosial di tiap kabupaten itu punya pendataan khusus para difabel terlebih yang punya usaha,” kata Yoseph.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sikka, Rudolfus Ali menyebutkan, saat ini pihaknya masih dalam dalam proses verifikasi data berkaitan dengan kebijakan bagi para difabel.
“Nanti dulu ya, lagi verifikasi data,” ujarnya.
Kendati demikian, pihaknya terus memberikan pendampingan di lapangan kepada para difabel.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.