IPOC 2025: Update Terkini EUDR, Tantangan Sawit, dan Permintaan Minyak Nabati India

IPOC 2025: Update Terkini EUDR, Tantangan Sawit, dan Permintaan Minyak Nabati India

Paganini menekankan bahwa teknologi bukan lagi biaya tambahan, tetapi “frontier” baru bagi daya saing. Ia mencontohkan penggunaan drone dan satelit untuk pemantauan lahan, blockchain untuk transparansi rantai pasok, serta AI untuk peningkatan efisiensi.

Ia juga menyoroti pentingnya replanting, inovasi agronomi, dan digitalisasi kebun sebagai fondasi keberlanjutan jangka panjang.
“Semakin tinggi hasil, semakin kecil tekanan pada lahan. Itulah keberlanjutan yang sesungguhnya,” ucapnya.

Dalam sesi yang sama, Paganini mengkritik meningkatnya kampanye anti-saturated fat serta maraknya label “palm oil-free”. Menurutnya, klaim tersebut hanya menyesatkan konsumen dan tidak menyelesaikan persoalan nutrisi secara substansial.

“Klaim Tanpa Sawit hanyalah jalan pintas pemasaran. Mereka menyerang bahan, bukan akar masalah gizi,” tegasnya.

Ia mendorong negara produsen untuk membangun narasi baru berbasis data, literasi gizi yang tepat, dan diplomasi global yang lebih proaktif. Sawit, katanya, harus dikenalkan sebagai pendorong pembangunan, kemakmuran, dan inovasi.

Terakhir, Paganini menyerukan agar negara produsen dan industri sawit tidak lagi bersikap reaktif, tetapi mengambil peran pemimpin dalam diplomasi keberlanjutan global.

“Itulah sebabnya penting untuk membangun narasi bahwa sawit bukan sekadar komoditas, melainkan kekuatan pembangunan, kemakmuran, dan inovasi”, tutupnya.

India Hadapi Tantangan Besar dalam Kebutuhan Minyak Nabati

Pembicara berikutnya, Atul Chaturvedi, Chairman Asian Palm Oil Alliance (APOA), menyoroti dinamika pasar India. Negara dengan konsumsi minyak nabati terbesar di dunia.