Ribka Tjiptaning Dilaporkan akibat Pernyataan soal Soeharto, Politikus PDI-P Membela
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Politikus PDI Perjuangan Guntur Romli mengaku heran dengan pelaporan terhadap rekan separtainya, Ribka Tjiptaning, ke Bareskrim Polri oleh Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH).
Guntur menyebutkan, pernyataan Ribka soal korban pembantaian 1965-1966 merupakan fakta sejarah yang telah tercatat dalam berbagai laporan resmi sehingga tak semestinya dilaporkan ke polisi.
“Itu fakta sejarah dan hasil Tim Pencari Fakta Komnas HAM kok malah dilaporkan ke polisi,” kata Guntur kepada
Kompas.com
, Rabu (12/11/2025).
Menurut Guntur, data tentang jumlah korban tragedi 1965-1966 juga pernah diungkapkan oleh Sarwo Edhi Wibowo, Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) pada masa itu, yang baru saja dianugerahi gelar pahlawan nasional.
“Korban pembantaian tahun ’65-’66 ada 3 juta versi Sarwo Edhi Wibowo yang waktu itu menjadi Komandan Pasukan RPKAD. Itu ada di buku G30S: Fakta atau Rekayasa yang ditulis Julius Pour,” ujar dia.
Guntur bilang, laporan Tim Pencari Fakta Komnas HAM tahun 2012 juga memperkirakan jumlah korban pembantaian 1965-1966 berkisar antara 500 ribu hingga 3 juta orang.
Berdasarkan laporan tersebut, pihak yang disebut paling bertanggung jawab adalah Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), lembaga yang berada langsung di bawah komando Presiden Soeharto saat itu.
“Kopkamtib dibentuk pada 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur yang dicap PKI atau komunis di masyarakat,” kata Guntur.
Ia menegaskan, penyelidikan Komnas HAM tersebut merupakan penyelidikan pro justicia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang kemudian direkomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.
Oleh karena itu, lanjut Guntur, PDI-P memandang pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto sebagai bentuk pemutihan terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ia juga mengingatkan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut telah diakui sebagai pelanggaran HAM berat oleh pemerintah pada era Presiden Joko Widodo tahun 2023.
“Gelar pahlawan pada Soeharto kami anggap sebagai pemutihan terhadap pembantaian rakyat Indonesia tahun ’65-’66 yang jumlahnya diperkirakan 500 ribu sampai 3 juta orang versi Komnas HAM,” kata Guntur.
“Belum lagi pelanggaran HAM berat lainnya seperti Tragedi Tanjung Priok, Talangsari, Petrus, DOM di Aceh, penculikan aktivis, dan Kerusuhan Mei 1998,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, politikus PDI-P
Ribka Tjiptaning
dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH).
Laporan itu terkait pernyataan Ribka yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” dalam polemik pengusulan Soeharto menjadi pahlawan nasional.
“Kami datang ke sini untuk membuat laporan polisi terkait pernyataan salah satu politisi dari PDI-P, yaitu Ribka Tjiptaning, yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional,” kata Koordinator ARAH, Iqbal, saat ditemui di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (12/11/2025).
“Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa Soeharto itu adalah pembunuh jutaan rakyat,” kata Iqbal.
Iqbal mengatakan, laporan tersebut dibuat karena pihaknya menilai pernyataan Ribka bersifat menyesatkan dan mengandung unsur ujaran kebencian serta penyebaran berita bohong.
Menurut Iqbal, pernyataan itu tidak berdasar karena tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan Soeharto terbukti melakukan pembunuhan terhadap jutaan rakyat.
“Tentu ini juga pernyataan seperti ini, kalau dibiarkan tentu akan menyesatkan informasi publik,” kata dia.
Iqbal menyebut video pernyataan Ribka yang beredar di media sosial menjadi barang bukti utama dalam laporannya.
Kata dia, pernyataan itu disampaikan Ribka pada 28 Oktober 2025 , tetapi dia tak menjabarkan detail di mana lokasi Ribka mengatakan hal itu.
ARAH melaporkan kasus ini ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Iqbal menegaskan laporan ini bukan atas nama keluarga Cendana, melainkan murni inisiatif ARAH untuk menjaga ruang publik dari penyebaran informasi yang dianggap menyesatkan. “Bukan, kami dari Aliansi Rakyat Anti Hoax (ARAH),” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PDI-P Ribka Tjiptaning menolak keras pengusulan nama Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional. Ribka mempertanyakan apa kehebatan Soeharto sehingga bisa diusulkan sebagai salah satu pahlawan nasional.
“(Gelar pahlawan Soeharto) Kalau pribadi, oh saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan,” ujar dia saat ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
“Hanya bisa membunuh jutaan rakyat Indonesia,” kata Ribka.
Ribka lalu menyinggung soal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto. Ia menilai, kasus dugaan pelanggaran HAM harus diluruskan lebih dulu sampai semuanya jelas.
“Udah lah pelanggar HAM. Belum ada pelurusan sejarah, udah lah enggak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional,” ucap Ribka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
10 Ribka Tjiptaning Dilaporkan akibat Pernyataan soal Soeharto, Politikus PDI-P Membela Nasional
/data/photo/2025/08/02/688e12031f149.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)