Liputan6.com, Jakarta Kehidupan SH (31) dan keluarganya di Desa Muara Dua, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, berubah drastis sejak kasus dugaan kekerasan seksual terhadap putrinya yang berusia 4 tahun (berita sebelumnya ditulis 5 tahun) mencuat.
Keluarga ini harus berjuang bukan hanya dengan luka psikologis sang anak, tetapi juga menghadapi tekanan sosial dan intimidasi.
Di rumah sederhana miliknya, SH tampak menahan air mata dan amarah. Sang ibu menceritakan perubahan hidup yang dialami sejak kasus ini bergulir.
Intimidasi dialami keluarga ini. Akses jalan menuju rumah mereka dirusak dan dipagari oleh keluarga pelaku, SI (19). Pemagaran terjadi sesaat setelah pelaku ditangkap.
“Jadi setelah pelaku (SI berusia 19 tahun) ditangkap malamnya, paginya itu masih bisa lewat. Suami antar saya ke rumah saudara tapi pas suami pulang, jalannya sudah rusak. Dipagar,” ungkap SH, pada Selasa (4/11/2025).
SH menyebut pagar bambu dibuat oleh ibu pelaku dibantu beberapa tetangga. Pagar tersebut berdiri tegak, memutus akses keluar-masuk.
“Suami saya lihat sendiri. (Jalan) dihalangi pakai bambu. Tadinya bisa lewat, eh udah ditutup lagi. Suami cuma bisa lihat saja diam,” ceritanya.
Bagi SH, jalan itu adalah penyambung hidup sehari-hari yang dilalui untuk mengantar jajanan ke warung. Kini, ia terpaksa berjalan kaki untuk beraktivitas.
“Kadang kalau saya butuh keluar, ya jalan kaki saja, dulu motor bisa dibawa ke sini. Pernah juga sempat dibongkar, tapi besoknya dipasang lagi,” katanya lirih.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5402661/original/041977100_1762257826-rumah_keluarga_korban_pelecehan_seksual_di_sukabumi.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)