Pertumbuhan Kalbar bukan hasil kebetulan. Ia lahir dari arah kebijakan ekonomi yang berpihak pada produktivitas dan efisiensi.
Infrastruktur, dari pelabuhan hingga jalur udara, diarahkan untuk mendukung rantai pasok. Sektor industri pengolahan menjadi prioritas, sementara komoditas mentah didorong naik kelas.
Kalimantan Barat kini sedang menyiapkan diri menjadi hub industri dan logistik untuk wilayah Borneo. Kawasan Kijing dan Mempawah menjadi poros ekspor, sementara Kota Pontianak menampung pusat distribusi digital.
Namun, yang lebih penting dari itu semua adalah mentalitas baru. Bahwa ekonomi Kalbar bukan lagi bergantung pada sumber daya alam, melainkan pada kreativitas dan kerja sama lintas batas.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sadar, investasi tak hanya datang dari insentif, tapi juga dari kepercayaan terhadap stabilitas kebijakan. BIRD 2025 menjadi panggung untuk menunjukkan konsistensi itu.
“Melalui forum ini, saya berharap lahir rekomendasi dan rencana kerja konkret memberi dampak nyata bagi masyarakat di seluruh kawasan Borneo,” tegas Ria Norsan.
Ria Norsan menegaskan, Kalimantan Barat akan terus memperkuat kerja sama subregional seperti BIMP–EAGA dan Sosek Malindo.
Dua platform ekonomi yang mengikat Kalimantan dengan Malaysia, Brunei, dan Filipina bagian selatan. Konektivitas menjadi kunci, tapi kepercayaan menjadi bahan bakarnya. Kepercayaan itu sedang dibangun pelan, tapi pasti, lewat ruang-ruang seperti BIRD 2025.
“Mari jadikan forum ini ruang strategis untuk mempertemukan pemikiran lintas negara dan lintas disiplin, agar kolaborasi Borneo bukan hanya wacana, tetapi gerakan nyata menuju masa depan yang berdaya saing,” tutup Ria Norsan