Pakar IPB tekankan survei sosial-ekonomi sebelum tunjuk kawasan hutan

Pakar IPB tekankan survei sosial-ekonomi sebelum tunjuk kawasan hutan

Jakarta (ANTARA) – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Budi Mulyanto menekankan pentingnya melakukan survei sosial, ekonomi, dan penguasaan tanah masyarakat sebelum penunjukan kawasan hutan.

Hal ini senada dengan aturan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Namun, saat ini ia menilai praktik penunjukan kawasan hutan masih dilakukan tanpa survei yang menyeluruh.

“Akibatnya, tanah rakyat, desa, transmigrasi, hingga HGU (hak guna usaha) lama ikut dimasukkan ke kawasan hutan. Ada 30 ribu desa, bahkan tanah transmigran yang sudah bersertifikat masuk kawasan hutan,” kata Budi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

“Itu bukti penetapan kawasan dilakukan serampangan, tidak sesuai UU. Inilah akar persoalan yang membuat lahan sawit masyarakat dan perusahaan tiba-tiba dianggap melanggar,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia (Aspekpir) Setiyono juga menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2025 tentang pengenaan denda administratif di bidang kehutanan.

Aturan baru ini dinilai membawa konsekuensi tambahan, mulai dari denda yang mencapai Rp25 juta per hektare per tahun hingga perluasan kewenangan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menimbulkan kekhawatiran terkait kepastian hukum dan iklim investasi. Karena selain didenda, lahan sawit yang dinilai melanggar juga disita.

Asosiasi meminta pemerintah meninjau ulang aturan tersebut agar tidak merugikan petani sawit dan menjaga masa depan industri sawit nasional di masa depan.

Ia mengatakan pihaknya telah menghadap Komisi IV DPR RI untuk menyampaikan aspirasinya terkait hal-hal tersebut.

Selain itu, Setiyono mengatakan sangat mendukung upaya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola sawit, dengan catatan, kebijakan yang dilakukan harus adil dan proporsional.

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.