Beda Pendapat Ahli Hukum Soal SPDP Penetapan Tersangka Delpedro dkk Megapolitan 22 Oktober 2025

Beda Pendapat Ahli Hukum Soal SPDP Penetapan Tersangka Delpedro dkk
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Oktober 2025

Beda Pendapat Ahli Hukum Soal SPDP Penetapan Tersangka Delpedro dkk
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ahli hukum beda pendapat soal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) penetapan tersangka dalam sidang praperadilan Delpedro Marhaen dkk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, SPDP wajib diberikan kepada seseorang yang akan ditetapkan sebagai tersangka paling lama tujuh hari sebelumnya.
“Bahwa SPDP itu harusnya diturunkan dalam jangka waktu tujuh hari, juga termasuk kepada terlapor,” jelas Bivitri dalam sidang praperadilan Muzaffar Salim, Rabu (22/10/2025).
Ia juga menyoroti prosedur penyidikan sebelum penetapan tersangka harus dilakukan dengan asas kehati-hatian dan tidak boleh semena-mena.
“Kalau dari pertimbangan hukumnya, kita akan melihat bahwa hakim itu ingin bilang proses penegakan hukum, terutama penyidikan itu tidak boleh dilakukan semena-mena. Tapi harus berdasarkan asas kehati-hatian,” jelas dia.
Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Kristen Indonesia, Hendri Jayadi Pandiangan, mengatakan ada kondisi khusus untuk SPDP tidak disampaikan kepada calon tersangka maupun keluarganya.
Kondisi tersebut ketika penyelidikan berangkat dari kasus yang dilaporkan anggota kepolisian atau laporan polisi model A.
“Model A ini khusus. Sehingga administratifnya tidak ada keharusan menyampaikan SPDP. Maka ini bisa dikesampingkan. Jadi sah-sah saja. Karena sesuai dengan Perkap-nya,” jelas Hendri sebagai saksi pihak Polda Metro dalam siang praperadilan Delpedro Marhaen.
Lebih lanjut, Hendri juga menyebutkan bahwa penundaan penyampaian SPDP bisa dilakukan dalam keadaan darurat dan ditetapkan oleh presiden.
“Dalam suatu penegakan hukum, ada kategorinya. Saya kasih ilustrasi, negara dalam keadaan darurat, administrasinya lama, sementara harus segera dilakukan,” tutur dia.
Polisi telah menetapkan enam orang admin media sosial sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan anak di bawah umur untuk melakukan aksi anarkistis di Jakarta pada akhir Agustus 2025.
Enam orang tersebut salah satunya Delpedro. Sementara lima orang lainnya berinisial MS, SH, KA, RAP, dan FL.
Keenam orang itu diduga membuat konten yang menghasut dan mengajak para pelajar dan anak di bawah umur untuk melakukan tindakan anarkistis di Jakarta, termasuk Gedung DPR/MPR RI.
Selain itu, keenamnya juga disebut melakukan siaran langsung saat aksi anarkistis itu dilakukan.
“Menyuarakan aksi anarkis dan ada yang melakukan live di media sosial inisial T sehingga memancing pelajar untuk datang ke gedung DPR/MPR RI sehingga beberapa di antaranya melakukan aksi anarkis dan merusak beberapa fasilitas umum,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/9/2025) malam.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.