Sekolah Rakyat di Kendari, Harapan Baru bagi Anak Tak Mampu Melanjutkan Sekolah Regional 22 Oktober 2025

Sekolah Rakyat di Kendari, Harapan Baru bagi Anak Tak Mampu Melanjutkan Sekolah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        22 Oktober 2025

Sekolah Rakyat di Kendari, Harapan Baru bagi Anak Tak Mampu Melanjutkan Sekolah
Tim Redaksi
KENDARI, KOMPAS.com
– Halaman depan Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 25 Kendari, Sulawesi Tenggara, tampak semarak pada Rabu (22/10/2025) sore.
Beberapa bocah mengenakan dobok atau seragam Taekwondo lengkap dengan sabuk putih, sementara lainnya bermain bola plastik di halaman asrama.
Bagi para siswa, seragam itu istimewa. Bukan hanya karena baru pertama kali dipakai, tetapi juga karena menjadi simbol kesempatan baru untuk bersekolah tanpa biaya.
Di antara mereka, ada Husna, siswi kelas VII berkulit sawo matang, yang tampak gembira saat wali asuhnya menyematkan sabuk Taekwondo di pinggangnya.
Husna mengaku sangat bersyukur bisa bersekolah di Sekolah Rakyat — sesuatu yang dulu hanya menjadi impian.
“Saya ucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Presiden Prabowo, karena kalau tidak ada Sekolah Rakyat ini mungkin tidak bisa lanjut sekolah dan cita-citaku jadi Polwan tidak tercapai,” ujar Husna penuh semangat.
Husna adalah anak yatim piatu. Ayahnya meninggal ketika ia baru berusia 10 hari, sedangkan ibunya pergi merantau ke Papua pada 2010 dan tak pernah kembali.
Sebelum masuk Sekolah Rakyat, Husna tinggal bersama neneknya di kamar kos berukuran 3×4 meter, berdesakan dengan keluarga tantenya.
Kini, di Sekolah Rakyat, ia mendapat asrama layak, seragam, buku, alat tulis, dan makanan bergizi tiga kali sehari.
“Senang pastinya di sini, bertemu banyak teman. Kami saling bantu, bangun salat subuh, salat berjamaah, mengaji, olahraga bersama. Pokoknya senang di sini,” kata Husna sambil tersenyum.
Sekolah Rakyat menjadi rumah kedua bagi Husna dan teman-temannya. Selain belajar, mereka juga mendapat pembinaan karakter dan pelatihan minat-bakat.
Husna memilih bela diri Taekwondo karena sejak kecil menyukai olahraga itu.
Program Sekolah Rakyat memberikan kesempatan bagi anak-anak dari keluarga tak mampu untuk tetap bersekolah hingga tuntas, lengkap dengan fasilitas asrama dan wali asuh yang bertugas membimbing keseharian siswa.
Sama seperti Husna, Sitti Fatimah, siswi kelas VII lainnya, mengaku sangat bahagia bisa melanjutkan sekolah tanpa biaya.
Ia bercerita, ayahnya bekerja sebagai tukang becak di Ambon, sementara ibunya berjualan ikan keliling. Penghasilan orangtuanya kerap hanya cukup untuk makan sehari-hari.
“Pasti senang bisa lanjut sekolah, apalagi gratis. Mamaku dapat info sekolah gratis dari petugas sosial, dan saya didaftarkan lalu lolos,” tutur Fatimah.
Pada bulan pertama di asrama, Fatimah sempat menangis karena rindu keluarga. Namun kini ia sudah terbiasa dan menganggap teman-teman serta guru di Sekolah Rakyat sebagai keluarga.
“Awalnya ingin terus pulang, tapi lama-kelamaan sudah mulai terbiasa. Guru dan teman-temanku baik semua, jadi kami kayak keluarga mi di sini,” katanya.
Fatimah kini memiliki cita-cita besar.
“Cita-citaku jadi dokter, biar bisa mengobati orang sakit, terutama orangtua, keluarga, dan orang kurang mampu,” ucapnya mantap.
Para siswa Sekolah Rakyat diizinkan menerima telepon penting dan kunjungan keluarga setiap hari Minggu, melalui wali asuh karena mereka dilarang membawa ponsel di asrama.
Sejak masuk, para siswa baru satu kali pulang, yaitu pada peringatan HUT RI, dan itu pun hanya sehari.
Bagi Husna, Fatimah, dan ratusan anak lain di Sekolah Rakyat Kendari, pendidikan kini bukan lagi mimpi.
Sekolah Rakyat memberi mereka kesempatan kedua untuk mengubah nasib dan menggapai cita-cita.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.