Pedagang Pasar Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI, Dinilai Akan Turunkan Omzet Megapolitan 18 Oktober 2025

Pedagang Pasar Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI, Dinilai Akan Turunkan Omzet
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        18 Oktober 2025

Pedagang Pasar Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI, Dinilai Akan Turunkan Omzet
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah difinalisasi Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta.
Hal itu karena sejumlah pasal dalam rancangan tersebut dinilai memberatkan pedagang pasar rakyat dan pasar tradisional.
“Pembuat peraturan harus tahu bahwa magnet atau daya tarik pembeli itu adalah rokok. Selain sembako, rokok adalah produk yang perputarannya cepat, makanya pedagang kecil banyak yang jual rokok,” ujar Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) APPSI DKI Jakarta, Ngadiran dalam keterangannya, Sabtu (18/10/2025).
Salah satu pasal yang disoroti, yakni terkait larangan penjualan produk tembakau, yang mana penetapan zona larangan sejauh 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat anak bermain.
Begitupula dengan perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional. Menurutnya, aturan itu akan semakin menekan pedagang di tengah kondisi usaha yang belum pulih.
“Saat ini rata-rata omzet pedagang pasar sudah turun sampai 60 persen,” kata Ngadiran.
Oleh sebab itu, ia meminta DPRD DKI Jakarta untuk membatalkan pasal-pasal pelarangan dalam Raperda KTR tersebut.
Sementara itu, Perwakilan APPSI Jakarta Utara, Jariyanto mengatakan bahwa perluasan kawasan tanpa rokok dan zonasi larangan penjualan akan mempercepat penurunan aktivitas pasar tradisional.
Misalnya di Jakarta Utara, terdapat 23 pasar, di mana setiap pasar ada 1.500 pedagang. Namun, ia menilai, keberadaan pasar tradisional semakin terkikis dengan adanya peraturan tersebut.
“Pedagang pasar sudah semakin terjepit. Peraturan seperti ini semakin mempercepat kematian pasar tradisional,” kata Jariyanto.
Maka dari itu, untuk mengurangi beban tersebut, ia meminta untuk diadakan pembinaan dan pemberdayaan bagi para pedagang, terutama di pasar tradisional.
“Pedagang pasar tradisional saat ini membutuhkan pembinaan dan pemberdayaan. Dibantu lah meringankan beban pedagang,” ucap Jariyanto.
Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta melalui Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah memfinalisasi pembahasan rancangan aturan tersebut.
Salah satu ketentuan yang tetap dipertahankan adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Ketua Pansus Raperda KTR, Farah Savira, mengatakan, aturan mengenai pembatasan jarak penjualan rokok sudah lama menjadi bagian dari draf rancangan.
Tujuannya adalah mencegah anak-anak dan remaja mudah mengakses produk tembakau di lingkungan mereka.
“Harapannya kita sama-sama tidak ingin memberikan kesempatan kepada anak-anak kita mudah mengakses. Meski demikian, tadi sudah di-highlight dari beberapa aspirasi yang masuk ke kami, ditampung dan dari forum juga sudah ada beberapa usulan apakah dibatasi betul-betul di pinggir sekolahnya,” kata Farah dalam rapat finalisasi Pansus Raperda KTR di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.