Pengguna Transjakarta Keluhkan Fasilitas: Bayar Pajak, tapi Transportasi Umum Tak Nyaman
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Kepadatan dan fasilitas halte yang dinilai kurang memadai kembali dikeluhkan pengguna Transjakarta.
Veri (26), warga Kampung Melayu, Jakarta Timur, mengungkapkan keluh kesahnya menjadi pekerja komuter yang menggunakan Transjakarta setiap harinya.
Veri yang bekerja di kawasan Central Park, Jakarta Barat, mengaku kerap merasa tak nyaman dengan fasilitas transportasi umum di Jakarta, terutama di Halte Tanjung Duren.
“Kayaknya dua tahun saya begini, enggak pernah berubah. Bayar pajak terus, tapi naik transportasi umum, enggak pernah dibikin nyaman,” kata Veri kepada
Kompas.com.
Menurut dia, kenyamanan yang diharapkan bukan sekadar soal fisik halte, tetapi juga kemudahan bagi penumpang untuk pulang dengan tenang setelah bekerja seharian.
Salah satu hal yang paling mengganggu, lanjut Veri, adalah antrean panjang yang kerap mengular hingga Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) karena area halte yang sempit.
“Kami kan udah capek, jadinya makin capek lagi ya. Mau pulang cepet biar enggak gini, tapi enggak bisa kan, diomelin kami yang ada,” ucap Veri.
Meski mengakui adanya perbaikan di sejumlah halte utama Transjakarta, Veri menilai pembenahan itu belum merata.
Halte-halte yang berada di kawasan padat penumpang tetapi bukan titik sentral, seperti Tanjung Duren, menurutnya belum tersentuh perbaikan signifikan.
Dia berharap pemerintah lebih peka terhadap kebutuhan pengguna transportasi umum, terutama pekerja harian yang menggantungkan mobilitasnya pada Transjakarta.
Veri juga mengaku kecewa karena meski sudah memilih transportasi umum, ia tetap harus terjebak kemacetan dan menghabiskan waktu hingga dua jam di perjalanan.
“Tolong lah, biar pemerintah tuh beneran merhatiin kenyamanan transportasi umum. Kapan mau selesai macetnya kalau pengguna (transportasi) umum aja enggak pernah nyaman,” tuturnya.
Sella (33), pengguna Transjakarta rute 3F di Halte Tanjung Duren, mengungkapkan pengalaman serupa.
Ia bahkan sering memilih pulang lebih malam agar terhindar dari kepadatan penumpang.
“Kadang saya jadinya sengaja pulang lebih malam kalau sudah capek, biar istirahat dulu di kantor, baru pulang pas sudah agak sepi,” kata Sella.
Namun, pilihan itu bukan tanpa risiko. Ia mengaku masih merasa takut saat terhimpit di antara penumpang lain yang berdesakan di halte.
Alternatif lain seperti menggunakan KRL Commuter Line juga tidak banyak membantu karena jaraknya jauh dan tetap menghadirkan antrean serupa.
“Tapi kan stasiun jauh ya, harus ngojek. Kalau ini (halte) tinggal jalan, terus, sama aja, naik kereta juga desak-desakan,” kata dia.
Serupa dengan Veri, Sella juga menginginkan layanan transportasi umum yang lebih baik agar tak menjadi beban tambahan bagi pekerja yang ingin pulang ke rumah.
“Mau naik apapun, macet deh di sini mah. Naik ini (Transjakarta) juga sama aja kayak naik mobil atau motor. Semoga aja bisa lebih nyaman biar makin banyak yang pakai, berkurang macetnya,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Pengguna Transjakarta Keluhkan Fasilitas: Bayar Pajak, tapi Transportasi Umum Tak Nyaman Megapolitan 17 Oktober 2025
/data/photo/2025/10/17/68f23bc0419bc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)