12 Sekolah di Makassar Tak Lagi Terima MBG, SPPG Berhenti Beroperasi Meski Tak Ada Kasus Keracunan Makassar 1 Oktober 2025

12 Sekolah di Makassar Tak Lagi Terima MBG, SPPG Berhenti Beroperasi Meski Tak Ada Kasus Keracunan
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        1 Oktober 2025

12 Sekolah di Makassar Tak Lagi Terima MBG, SPPG Berhenti Beroperasi Meski Tak Ada Kasus Keracunan
Tim Redaksi
 
MAKASSAR, KOMPAS.com
– Ribuan pelajar dari 12 sekolah di Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tidak lagi menerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu terhenti setelah dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) 2 Panakkukang berhenti beroperasi sejak Senin (22/9/2025).
Dapur itu menghentikan operasionalnya meskipun tak terjadi kasus keracunan sebagaimana marak di wilayah lain.
Selain siswa, pekerja dapur SPPG juga terdampak dengan diberhentikan dari pekerjaannya. 
Kepala Sekolah SDN Tamamaung I, H Basora, membenarkan penghentian program MBG di sekolahnya.
“Ada 12 sekolah itu yang dilayani dapur (SPPG 2 Panakkukang). Sejak hari Senin kemarin (pekan lalu) dihentikan dulu,” kata Basora, Selasa (30/9/2025) malam.
Di SDN Tamamaung I, ada 383 siswa yang tidak lagi menerima MBG. Menurut Basora, sebagian orang tua siswa kini menyiapkan bekal sendiri untuk anaknya.
Hal serupa terjadi di SDN Tamamaung III. Sebanyak 351 siswa di sekolah itu tak lagi mendapat jatah MBG sejak pekan lalu.
Kepala Sekolah SDN Tamamaung III, Rifka Fauzia, mengatakan pihaknya menerapkan program Bekal Sehat sebagai alternatif.
“Kalau alternatif itu kita arahkan siswa bawa bekal dari rumah. Karena kebetulan ada program kita mau jalankan itu program bekal sehat, untuk mengurangi jajannya di luar sekolah,” ujar Rifka.
Ia menambahkan, alasan penghentian distribusi MBG belum dijelaskan secara rinci.
“Secara spesifik itu tidak ada (alasan) kenapa (dihentikan), cuma disampaikan saja, saat ini tidak bisa dulu dilakukan penyaluran untuk sementara waktu,” ucapnya.
Meski begitu, Rifka mengaku sekolahnya dapat memaklumi penghentian sementara MBG. Ia menilai program tersebut belum berjalan efektif.
“Selama ini juga saya rasa program MBG tidak efektif, karena lebih banyak siswa tidak mau makan makanannya, mungkin bosan. Keseharian kita lihat memang kadang banyak tersisa makanannya,” jelas Rifka.
Ia juga mempertanyakan perbedaan menu MBG di sekolahnya dengan sekolah lain.
Beredar kabar pula bahwa SPPG 2 Panakkukang memang membatasi uang belanjanya hanya Rp 6.500 per porsi MBG.
Hal itu membuat menu menjadi tak variatif.
“Kita juga pertanyakan kenapa menu bisa berbeda antara SPPG satu dengan yang lain. Kita dengar sekolah lain ada diberikan daging dan buah-buah, kalau kita di SPPG 2 itu saja terus (menunya) tidak ada variasi. Padahal anggarannya sama,” tutup Rifka.
 
 
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.