Dari Hobi Jadi Profesi, Kisah Harijono Ternak Perkutut Juara di Malang Regional 28 September 2025

Dari Hobi Jadi Profesi, Kisah Harijono Ternak Perkutut Juara di Malang
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        28 September 2025

Dari Hobi Jadi Profesi, Kisah Harijono Ternak Perkutut Juara di Malang
Tim Redaksi
MALANG, KOMPAS.com
– Di tangan Harijono (55), hobi memelihara burung perkutut bangkok menjelma menjadi profesi yang mendatangkan prestasi sekaligus keuntungan finansial.
Ia kini dikenal sebagai pemilik Balqist Bird Farm di Malang, Jawa Timur, salah satu tokoh disegani di komunitas perkutut nasional.
Di rumahnya, berdiri belasan kandang penangkaran besar dan lebih dari tiga puluh sangkar. Semua itu wujud keseriusannya membudidayakan perkutut bangkok khusus untuk lomba.
Perjalanan Harijono di dunia perkutut dimulai pada pertengahan 2000-an. Saat itu, ia masih bekerja sebagai tenaga pemasaran sabun mandi, hingga suatu hari bertemu seorang pelanggan yang sukses menjual seekor burung perkutut juara dengan harga fantastis.
“Awalnya saya tertarik, bagaimana bisa seekor burung dihargai begitu mahal. Dari situ saya memutuskan untuk belajar langsung dari pelanggan tersebut,” kata Harijono di Kota Malang, Minggu (28/9/2025).
Ia belajar mengenali kualitas suara dan irama, dua elemen utama dalam penilaian lomba perkutut.
“Mirip seperti penyanyi, perkutut dinilai dari kualitas vokal dan ritme lagunya,” jelasnya.
Tahun 2010 menjadi tonggak awal kesuksesannya. Burung hasil ternakannya yang diberi nama Fatin berhasil meraih juara, sekaligus melejitkan nama Balqist Bird Farm.
Menurut Harijono, mencetak perkutut juara membutuhkan kesabaran dan ketelitian. Indukan berkualitas pun tidak otomatis menghasilkan keturunan sempurna.
Tahapan budidaya dimulai dari penjodohan indukan, penetasan telur selama 14 hari, hingga anakan (piyik) dipindahkan untuk diasuh burung puter.
“Metode ini dilakukan agar indukan berkualitas bisa segera berproduksi kembali,” katanya.
Setiap piyik diberi cincin resmi dari Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI). “Ring ini adalah identitas. Jika burung itu juara, asal-usulnya dapat dilacak dengan jelas,” imbuhnya.
Burung-burung muda kemudian diuji mental dan suaranya lewat lomba. Tiga kelas utama kompetisi meliputi Dewasa, Piyik Junior, dan Piyik Hanging.
Harijono menyebut prestasi adalah kunci harga jual. Burung legendarisnya, Fatin, pernah laku Rp 50 juta.
Sementara sepasang perkutut bernama Bangga Agung bahkan pernah ditawar Rp 160 juta oleh pengusaha asal Kalimantan. Namun tawaran itu ditolak.
“Kuncinya sabar, ini bukan bisnis instan. Pelajari secara perlahan, karena pemula sering kali belum mampu membedakan mana suara yang berkualitas dan mana yang biasa,” ujarnya.
Untuk perawatan harian, pakan utama cukup berupa milet, padi bangkok, dan sesekali ketan hitam.
“Air minum pun cukup air biasa. Dedikasi dan kesabaran adalah modal utama,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.