Pustakawan Tanpa Bayaran, Kisah Ilham Mengabdi 13 Tahun di Taman Baca Perigi Megapolitan 19 September 2025

Pustakawan Tanpa Bayaran, Kisah Ilham Mengabdi 13 Tahun di Taman Baca Perigi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 September 2025

Pustakawan Tanpa Bayaran, Kisah Ilham Mengabdi 13 Tahun di Taman Baca Perigi
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com – 
Kecintaan Ilham Pasawa (29) terhadap buku menjadi alasan terbesarnya bertahan sebagai pustakawan di Taman Baca Perigi, Kedaung, Sawangan, Kota Depok, selama 13 tahun.
Rasa cinta itu tumbuh sejak ia duduk di bangku SMP, sekitar tahun 2009–2011. Saat itu, Ilham mulai berkenalan dengan buku-buku karya penulis besar yang membuka wawasannya di luar pelajaran sekolah.
Pada masa yang sama, ia juga akrab dengan Rudy dan Arianto, pendiri Taman Baca Perigi, yang saat itu masih berupa gagasan.
“Sejak SMP saya dibina Taman Baca Perigi, dari yang enggak kenal buku selain buku pelajaran sampai akhirnya mengenal buku-buku karya penulis besar seperti Tan Malaka, Pramoedya,” kata Ilham saat diwawancarai
Kompas.com
, Kamis (18/9/2025).
Buku Catatan Seorang Demonstran karya Soe Hok Gie menjadi titik balik hidupnya. Dari sana, Ilham semakin larut dalam dunia literasi. Antusiasme itu kemudian ia bagikan kepada masyarakat sekitar.
“Saya ingin menjadi orang yang memang baca banyak buku dan memperkaya literasi, karena daya tariknya ya itu. Jadi saya mau apa yang saya rasakan juga saya coba kembangkan di masyarakat sekitar Kedaung,” ujar Ilham.
Pada 2012, Ilham resmi menjadi pustakawan Taman Baca Perigi. Hingga kini, ia konsisten menjadikan taman baca sebagai ruang berkumpul anak-anak dan pemuda di lingkungannya.
Buku-buku sumbangan dari para donatur ia pilah dengan penuh perhatian. Baginya, literasi adalah wujud cinta yang ia curahkan sepenuh hati.
“Karena kan (taman baca) banyak pengunjungnya itu anak-anak, jadi buku buku yang terlalu berat dan agak dewasa diletakkan di rak yang lebih tinggi atau lebih jauh dari jangkauan anak-anak,” jelas Ilham.
Keberadaan Taman Baca Perigi juga bukan lagi sekadar tempat bagi pengunjung membaca buku, melainkan menjadi wadah membentuk pola pikir yang lebih kritis dalam menyikapi berbagai persoalan lingkungan.
Tak hanya itu, Ilham meyakini eksistensi Taman Baca Perigi juga mendorong keinginan pemuda di lingkungannya untuk melanjutkan pendidikan hingga kuliah.
“Yang tadinya (di lingkungan saya) enggak ada orang-orang tingkat pendidikannya sampai kuliah, semenjak ada Taman Baca Perigi ya Alhamdulillah, rata-rata sudah pada sarjana,” jelas Ilham.
Dedikasi Ilham terhadap literasi sama sekali tidak dilandasi bayaran. Ia bersama para relawan mengelola Taman Baca Perigi dengan sukarela.
“Saya enggak dibayar sama sekali, jadi kita semuanya murni sukarelawan. Lalu setiap kegiatannya kita mengandalkan dari
fund raising
,” tuturnya.
Bagi Ilham, Taman Baca Perigi adalah ruang nyaman untuknya berpikir, merenung, dan melihat dunia dari sudut pandang lain.
“Agaknya kalo saya tidak menyempatkan waktu mengurus Taman Baca Perigi, itu kurang etis,” terang Ilham.
“Karena memang ini bukan sekedar taman baca, tapi jadi rumah kedua karena saya banyak dibinanya lewat Taman Baca Perigi,” lanjut dia.
Di luar kegiatannya sebagai pustakawan, Ilham berprofesi sebagai Kepala Sekolah Alam Tahfidzpreneur di Cinangka, Depok.
Ia juga menulis beberapa buku, di antaranya novel KITA (2019), kumpulan cerpen Kelas Tani (2019), dan novel Romantisme Sosial (2020).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.