Danau di Penjaringan Tertutup Puing hingga Banjir Mengintai Rumah Warga Megapolitan 19 September 2025

Danau di Penjaringan Tertutup Puing hingga Banjir Mengintai Rumah Warga
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        19 September 2025

Danau di Penjaringan Tertutup Puing hingga Banjir Mengintai Rumah Warga
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
— Air yang dulu menggenang tenang di danau Jalan Kepanduan 2, Penjaringan, Jakarta Utara, kini tak lagi terlihat.
Rawa yang menjadi penampung hujan itu telah berubah menjadi gundukan puing setinggi dua meter.
Dari balik timbunan, keresahan baru lahir.
Warga yang sebelumnya tak pernah kebanjiran, kini mulai dihantui air yang merayap masuk ke rumah mereka setiap kali hujan deras mengguyur.
“Itu biasa danau, rawa-rawa gitu, terus diuruk sama puing-puing,” tutur Yanto (bukan nama sebenarnya, 50), Jumat (19/9/2025).
Suaranya berat, seakan masih tak percaya bahwa kawasan resapan yang selama ini menahan limpasan air sudah lenyap di depan mata.
Pantauan Kompas.com di lokasi memperlihatkan pemandangan mencolok.
Truk-truk engkel datang silih berganti, membawa muatan limbah bangunan dari berbagai jenis.
Ada bongkahan kayu, potongan bambu, papan triplek, hingga reruntuhan tembok.
Satu per satu ditumpahkan ke badan danau yang belum sepenuhnya tertutup.
Menurut Yanto, aktivitas itu baru marak sejak awal tahun ini.
“Kalau masalah itu kurang persis sejak kapannya, tapi tiba-tiba banyak mobil lewat bawa puing. Mulai banyak mobil puing itu sejak tahun ini,” ucapnya.
Dalam sehari, jumlahnya bisa mencapai puluhan truk.
Pintu masuk menuju area pembuangan pun dijaga ketat sekelompok orang.
Warga hanya bisa menyaksikan, tanpa tahu siapa yang mengizinkan danau dijadikan tempat pembuangan.
Di balik tumpukan puing itu, muncul masalah baru yang langsung dirasakan warga.
Beberapa bulan lalu, rumah Yanto yang selama puluhan tahun aman dari banjir tiba-tiba digenangi air hujan.
“Kalau masalah banjir kadang waktu kemarin aja pas hujan merata semua, baru sekali-sekali ini banjir, semenjak ada urukan (puing) itu,” ungkapnya.
Air setinggi 50 sentimeter masuk ke rumahnya.
Meski hanya sekali terjadi, pengalaman itu membuatnya cemas setiap kali awan mendung bergelayut di langit.
“Pas sebelum ada urukan enggak banjir, itu urukan puing,” kata Yanto.
Bagi warga, hilangnya danau bukan hanya soal perubahan lanskap.
Ini tentang hidup yang kini harus berdampingan dengan ancaman banjir.
Setiap truk datang, bukan hanya puing yang ditumpahkan, tapi juga rasa was-was yang makin menumpuk di hati mereka.
(Reporter: Shinta Dwi Ayu | Editor: Abdul Haris Maulana)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.