Jakarta Krisis Air Bersih, PAM Jaya Diminta Percepat Transformasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali, menyebut Jakarta tengah krisis air bersih. Meski memiliki 13 sungai, tidak ada satu pun yang bisa dijadikan sebagai sumber air baku karena sudah tercemar.
Firdaus menilai kondisi ini membuat PAM Jaya harus segera melakukan transformasi agar layanan air perpipaan bisa menjangkau seluruh warga.
“Transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda bukan berarti privatisasi, melainkan langkah membuka ruang manajemen yang lebih transparan,” ucap Firdaus dalam forum Balkoters Talk bertajuk Implementasi Smart Water Management untuk 100 Persen Layanan Air Jakarta di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Firdaus menegaskan, perubahan tata kelola air di Ibu Kota sudah tidak bisa ditunda. Ia menyoroti cakupan layanan air perpipaan di Jakarta yang masih di bawah 50 persen, sementara rata-rata nasional baru mencapai 20 persen.
“Pipanya ada, tapi airnya sering tidak mengalir,” ujarnya.
Menurut Firdaus, tantangan terbesar juga datang dari tingkat kebocoran air atau
non
revenue
water
(NRW) yang mencapai 45–47 persen.
Angka ini disebutnya salah satu yang terburuk di dunia untuk kota berpenduduk lebih dari lima juta jiwa.
“Tantangan PAM Jaya tidak ringan, memperluas layanan sekaligus menekan kebocoran masif ini,” ujarnya.
Selain itu, Jakarta bergantung besar pada pasokan dari luar daerah. Lebih dari 80 persen air bersih di Jakarta disuplai dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat (Kali Malang).
“Kalau ada gangguan di Kali Malang, maka suplai 81 persen air Jakarta berhenti total. Itu jelas berbahaya bagi keamanan layanan air Ibu Kota,” jelasnya.
Firdaus kembali menekankan bahwa transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda tidak ada kaitannya dengan privatisasi.
“Tidak ada hubungannya dengan swastanisasi. Kendali penuh tetap ada di PAM Jaya. Justru ini kesempatan untuk membangun
trust
publik melalui tata kelola yang terbuka,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan Jakarta berpacu dengan waktu menghadapi penurunan tanah, penggunaan air tanah, hingga ancaman rob.
“Kalau kita tidak bergerak cepat, jangan sampai tahun 2050 garis pantai sudah bergeser ke Harmoni. Solusinya jelas percepat layanan air perpipaan, kurangi kebocoran, dan perkuat sistem pertahanan pesisir,” ucap Firdaus.
Di sisi lain, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin menyampaikan bahwa pihaknya terus mengejar target layanan 100 persen pada 2029.
Sejak pengambilalihan dari swasta pada Februari 2023, PAM Jaya telah menambah 124 ribu sambungan rumah tangga.
“Target yang dipatok Gubernur sampai 2029 mencakup pembangunan 7.000 kilometer pipa. Dampaknya menimbulkan kemacetan karena memang tidak bisa lagi tidak menggunakan badan jalan,” kata Arief.
Arief menambahkan, 70 persen jaringan pipa di Jakarta saat ini sudah berusia 25–40 tahun dan rawan bocor. Kebocoran ini membuat kerugian mencapai Rp 1 triliun setiap tahun.
Untuk mengatasi persoalan itu, PAM Jaya menyiapkan empat instalasi pengolahan air baru di Semanan, Muara Karang, Condet, dan Kanal Banjir Barat 2, serta teknologi penyaring agar kualitas air tetap layak minum.
“Tapi pesan Pak Gubernur jelas jangan bergantung pada satu sumber. Kami cari alternatif, bahkan ke Banten,” ujarnya.
Teknologi
water purifier
juga diluncurkan agar air perpipaan tetap layak minum meski melewati pipa lama.
“Air perpipaan PAM hanya Rp 1 per liter, sangat murah dibanding air kemasan. Kami ingin masyarakat beralih,” tegasnya.
Ia juga menyebut transformasi digital dipercepat, mulai dari peluncuran super apps, pemasangan
smart water
meter digital di 49 ribu pelanggan, hingga mobil laboratorium mikrobiologi untuk uji kualitas air di lapangan.
“PAM Jaya tidak mengambil air tanah, hanya mengolah air permukaan. Kami bekerja siang malam untuk mengakhiri ketergantungan warga pada air galon dan gerobak. Target 2029 harus tercapai,” ungkap Arief.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/09/19/68cd54c91fcc3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)