Liputan6.com, Kudus – Konflik rusaknya bangunan tempat tinggal warga dampak dari pembangunan The Sato Hotel di Jalan Pemuda Kabupaten Kudus, hingga saat ini masih berlanjut. Kedua belah pihak belum juga menemukan kesepakatan untuk berdamai.
Tentu saja kondisi itu membuat The Sato Hotel Kudus dengan dua warga yang tinggal di sebelahnya, yakni Beny Ongkowijoyo dan Beny Djunaedi masih bersitegang.
Padahal proses mediasi dalam perkara itu, sudah kerap kali difasilitasi Pemkab Kudus, tokoh masyarakat, aparat kepolisian hingga Pengadilan. Namun upaya mediasi yang dilakukan kedua pihak gagal menemui perdamaian.
Selama ini, pihak The Sato Hotel melalui kuasa hukumnya yakni Agus Susanto, mengaku telah mengikuti aturan main. Bahkan pihak hotel yang berlokasi di Desa Kramat Kecamatan Kudus Kota ini bersedia menyelesaikan masalah dengan cara damai.
Lagi lagi langkah mediasi untuk mencari jalan keluar hingga melegakan kedua pihak. malah selalu kandas tanpa titik temu di ujung jalan.
“Kalau mencari keadilan itu sudah ada sarananya, yaitu mediasi. Dan mediasi ini sudah kita lakukan dengan melibatkan penegak hukum, tokoh masyarakat, Pemda, sampai pengadilan,” tutur Agus yang ditemui di The Sato Hotel pada Minggu (7/9/2025).
Namun beberapa kali mediasi yang telah ditempuh kedua belah pihak kerap menghadapi kebuntuan. Padahal dalam mediasi tersebut tidak ada pihak yang menang dan kalah, dan kedua pihak semuanya bisa diuntungkan.
Agus menyebut bahwa awalnya kedua warga yang rumahnya berada di sebelah dan belakang hotel, meminta The Sato Hotel menghadirkan juru taksir independen untuk menghitung nilai kerugian.
“Awalnya mereka (kedua warga) meminta appraisal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hingga keluar angka sekitar Rp 500-an juta. Lalu mereka menolak karena dianggap memihak hotel,” terang Agus.
Selanjutnya dari Polda Jateng pun ikut didatangkan melalui seorang juru taksir yang juga dosen dan Ketua Persatuan Insinyur Indonesia. Namun lagi lagi hasilnya tidak jauh berbeda dengan nilai appraisal pertama.
“Tapi lagi-lagi ditolak, karena mereka tetap ngotot di angka sekitar Rp4 miliar dengan alasan biaya pengacara dan lain-lain. Meski kabar terakhir nilai tuntutan ganti ruginya telah turun menjadi Rp3.7 Miliar”, tukas Agus.
Jika cara penyelesian seperti ini tanpa pembicaraan sehat melalui mediasi, Agus meyakini akan sulit menemukan solusi bagi kedua belah pihak.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5340339/original/072919900_1757211675-IMG-20250906-WA0188.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)