Munculnya skandal ini membuka sebuah babak baru dalam diskusi global mengenai keamanan privasi, hak atas citra diri, dan ancaman pelecehan seksual dalam ranah digital.
Pada dasarnya, sebuah diskusi tidak akan memanas tanpa hadirnya implementasi nyata dari permasalahan. Oleh karena itu, peniruan dan pelecehan ini menjadi sebuah pelanggaran serius terhadap fundamental privasi.
Figur publik sekali pun tetap memiliki hak prerogatif untuk mengontrol bagaimana wajah serta identitas mereka digunakan oleh pihak lain, terutama untuk tujuan komersial.
Penciptaan citra palsu tanpa adanya izin tidak hanya merugikan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerusakan reputasi permanen bagi para korbannya.
Pada akhirnya, banyak ahli hukum menyoroti adanya kekosongan regulasi ketat untuk mengatasi model kejahatan digital baru dan canggih semacam ini.
Akibatnya, korban seringkali dibiarkan tanpa mekanisme perlindungan hukum yang cepat dan tepat untuk merespons serangan terhadap citra diri mereka.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5334197/original/068656200_1756709341-IMG-20250901-WA0008_1_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)