Demo Buruh di Semarang Soroti Upah Jateng Rendah, tapi PHK Tertinggi Nasional Regional 28 Agustus 2025

Demo Buruh di Semarang Soroti Upah Jateng Rendah, tapi PHK Tertinggi Nasional
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        28 Agustus 2025

Demo Buruh di Semarang Soroti Upah Jateng Rendah, tapi PHK Tertinggi Nasional
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Ratusan buruh yang tergabung dalam KSPI dan Aliansi Buruh Jateng (Abjad) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Kamis (28/8/2025).
Upah murah dan tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Jawa Tengah menjadi sorotan dalam unjuk rasa kali ini.
Ketua KSPI Jateng, Aulia Hakim menyebut, UMK ibu kota Jawa Tengah, Kota Semarang saat ini masih di kisaran Rp 3,4 juta.
Angka tersebut bahkan setara dengan upah di daerah tingkat kabupaten di Jawa Barat.
“Sebagai ibu kota provinsi, Semarang seharusnya tidak boleh tertinggal. Kondisi ini menciptakan jurang ketertinggalan upah antara Jawa Tengah dengan Jawa Barat maupun Jawa Timur,” ujar Aulia di sela aksi.
Ia menilai, disparitas upah membuat kesejahteraan buruh di Jawa Tengah semakin tertekan.
Untuk itu, KSPI mendesak pemerintah menaikkan upah minimum tahun 2026 minimal 6,5 persen.
“Kenaikan ini penting agar ada keadilan bagi buruh di Jawa Tengah yang selama ini selalu berada di posisi rendah,” tegas Aulia.
Ketua FSPIP, Karmanto menambahkan bahwa perbedaan tingkat upah membuat buruh di Jateng sulit memenuhi kebutuhan keluarga.
“Di Jepara misalnya, UMK hanya Rp 2,6 juta. Jelas tidak cukup untuk pekerja yang sudah punya anak. Jadi pemerintah tidak boleh lagi menutup mata soal ketertinggalan ini,” katanya.
 
Sementara itu Kementerian Ketenagakerjaan mencatat pada semester pertama 2025 Jateng memiliki angka PHK tertinggi secara nasional dengan total 10.995 pekerja terdampak. Berikutnya, Jawa Barat sejumlah 9.494 pekerja dan Banten dengan total 4.267 pekerja.
Buruh juga mengingatkan agar derasnya investasi yang masuk ke Jawa Tengah tidak mengorbankan kesejahteraan pekerja.
“Kami tidak menolak investasi, tapi investasi harus berkeadilan. Jangan hanya memikirkan pengusaha, sementara buruh tetap miskin,” imbuh Aulia.
Tak hanya persoalan upah murah, mereka menuntut penghapusan sistem outsourcing dan juga perbaikan regulasi ketenagakerjaan. Ia menegaskan bahwa isu utama yang diusung adalah “Hostum” atau hapus outsourcing dan tolak upah murah.
“Outsourcing ini perbudakan modern. Status pekerja harus jelas, hanya ada dua, yaitu pegawai tetap atau kontrak. Bukan orangnya yang di-outsourcing, tapi pekerjaannya,” ujar Aulia.
 
Selain menolak outsourcing, buruh juga mendesak pemerintah menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 4,5 juta menjadi Rp 7,5 juta agar daya beli masyarakat meningkat.
Mereka juga mendorong segera disahkannya RUU Perampasan Aset, menyusul kasus dugaan korupsi yang menjerat pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan. Aksi akan dilanjutkan bila tuntutan tidak dipenuhi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.