6.000 Ton Gula Menumpuk Tak Laku, Petani di Madiun Menjerit Surabaya 26 Agustus 2025

6.000 Ton Gula Menumpuk Tak Laku, Petani di Madiun Menjerit 
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        26 Agustus 2025

6.000 Ton Gula Menumpuk Tak Laku, Petani di Madiun Menjerit
Tim Redaksi
MADIUN, KOMPAS.com
– Ribuan petani tebu di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, sedang berada di ujung tanduk.
Sebanyak 6.000 ton gula hasil panen senilai Rp 87 miliar menumpuk di gudang Pabrik Gula (PG) Pagotan, tak laku di pasaran.
Penyebabnya, gula produksi petani kalah bersaing dengan gula rafinasi impor yang membanjiri pasar dengan harga lebih murah.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Madiun, Mujiono, mengungkapkan keprihatinannya tentang kondisi ini.
“Sudah lebih dari dua bulan gula petani tidak terjual. Sekitar 300 petani tebu kini menjerit. Bertahan hidup saja sulit.”
“Apalagi banyak yang mengandalkan pinjaman bank untuk operasional tanam. Jika gula tidak laku, utang mereka terancam tak terbayar,” ujar Mujiono, di Madiun, Selasa (26/8/2025).
Menurut Mujiono, gula rafinasi impor menjadi biang keladi yang memicu keadaan ini.
Harganya yang lebih murah, berkisar antara Rp 15.000-Rp 16.000 per kilogram di pasar dan mal, membuat konsumen beralih dari gula petani.
 
“Kami sudah menurunkan harga hingga Rp 14.500 per kilogram, tapi investor tetap ogah beli. Mereka beralasan gula petani tidak laku di pasaran karena kalah bersaing dengan rafinasi,” kata dia.
Biasanya, gula produksi Jawa Timur, termasuk dari Madiun, dipasarkan ke luar pulau seperti Kalimantan dan Sulawesi, yang minim pabrik gula.
Namun, kini permintaan dari wilayah tersebut merosot tajam karena pasar sudah dibanjiri gula rafinasi impor.
“Pemerintah terlalu membiarkan mafia rafinasi. Akibatnya, gula petani tidak terserap. Ini bukan lagi soal rugi, tapi hidup segan mati tak mau,” ungkap Mujiono.
Kondisi ini juga mengancam ambisi Pemerintah untuk mencapai swasembada gula. Mujiono menegaskan, tanpa intervensi cepat, banyak petani yang terpaksa berhenti menanam tebu.
“Kalau petani dibiarkan merana, swasembada gula hanya akan jadi omong kosong. Tahun ini saja, jika tidak segera ditolong, banyak petani yang akan menyerah,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.