Banjir Kritik Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta: Buang-buang Duit Negara Saat Rakyat Sulit
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemberian tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI banjir kritik.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengeklaim penetapan besaran tunjangan perumahan bagi anggota Dewan sebesar Rp 50 juta per bulan itu berdasarkan hasil kajian yang matang.
“Itu sudah dikaji dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kondisi ataupun harga yang ada di Jakarta karena kan kantornya ada di Jakarta,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Kamis (21/8/2025).
“Namun, apa pun itu, kami pimpinan DPR akan memperhatikan aspirasi dan apa yang disampaikan oleh masyarakat. Tolong selalu awasi kinerja dari kami di DPR,” sambungnya.
Akan tetapi, oleh masyarakat, besaran tunjangan itu dinilai sebagai angka fantastis dan membuang-buang uang negara.
Warga asal Depok, Dira (25), menilai, tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan untuk anggota DPR membuang anggaran negara.
“Dan ini ditambah lagi tunjangan rumah Rp 50 juta kayak buang-buang duit negara saja,” ucap Dira kepada
Kompas.com
, Kamis (21/8/2025).
“Banyak banget tunjangan mereka yang enggak gitu penting, misal tunjangan komunikasi Rp 15 juta. Uang sebanyak itu untuk komunikasi seperti apa yang dimaksud?” ujar Dira.
Oleh karena itu, Dira menyarankan agar pemerintah memangkas beberapa tunjangan DPR. Sebagai gantinya, anggota DPR bisa mendapat fasilitas negara, tetapi dengan kewenangan terbatas.
“Biar kalau sudah tidak menjabat, dikembalikan ke negara untuk anggota selanjutnya,” terang dia.
Sementara, Candra (28), seorang karyawan swasta, menilai besar tunjangan perumahan tersebut berlebihan. Menurut dia, fasilitas itu tak sebanding dengan kondisi rakyat yang masih berjuang memenuhi kebutuhan pokok di tengah sulitnya ekonomi.
“Agak miris. DPR kan mata dan telinga masyarakat, pikirinlah kita ini. Kalian kan dipilih rakyat,” ujar Candra kepada
Kompas.com,
Jumat (22/8/2025).
Dia pun mempertanyakan urgensi tunjangan rumah untuk anggota DPR. Padahal, sebelumnya sudah ada rumah dinas DPR yang dinilai cukup mewah.
“Buat apa tunjangan rumah sedangkan rumah dinas kalian sudah cukup mewah. Jangan buang-buang anggaran,” imbuh Candra.
Kritik serupa disampaikan Aly Azka Baihaqy (24). Ia menilai, DPR tidak pantas menerima tunjangan perumahan dengan nominal fantastis di tengah upaya efisiensi pemerintah.
“Rp 0 sih untuk tunjangan perumahan. Pada masa efisiensi ini, solusi yang lebih adil adalah tidak ada fasilitas perumahan dan tunjangan bagi perwakilan rakyat. Mereka kita gaji melalui pajak yang kita bayar,” kata Aly.
Aly juga berpendapat, gaji anggota DPR sudah cukup untuk menanggung kebutuhan hidup. Menurutnya, jika rumah dinas anggota DPR yang ada tidak memadai, para legislator dapat mencari alternatif seperti masyarakat pada umumnya.
“Kalau rumahnya jauh dari tempat mereka berkumpul, mereka bisa ngontrak atau ngekos, layaknya kebanyakan rakyat yang bekerja di luar kota,” jelas dia.
Sementara, warga Depok bernama Yaomi (27) meragukan kinerja anggota DPR lantaran terlihat tidak peduli dengan kondisi ekonomi yang sedang lesu.
“Di saat banyak rakyat kesulitan dengan kebutuhan sehari-hari dan inflasi tinggi, kebijakan ini terkesan tidak sensitif dan jauh dari realitas masyarakat,” ujar Yaomi.
Tak hanya itu, gaji dan tunjangan anggota DPR yang totalnya mencapai Rp 100 juta dianggap terlalu berlebihan.
“Memberi Rp 50 juta per bulan lebih terlihat seperti kemewahan ya daripada kebutuhan kerja DPR,” lanjut dia.
Adapun menurut Aly, alokasi anggaran sebesar itu lebih tepat diarahkan untuk kebutuhan publik.
“Kurang pantas sih. Hemat saya, ada baiknya tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan untuk anggota DPR dialokasikan untuk keperluan rakyat, bukan perwakilan dari rakyat,” katanya.
Ia menambahkan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan wakil rakyat, termasuk persoalan pendidikan yang belakangan ramai dibicarakan.
“Toh, masih banyak pekerjaan rumah perwakilan rakyat seperti masalah pendidikan yang ramai dibicarakan netizen,” imbuh dia.
Hal serupa diungkapkan Candra. Menurut dia, anggaran tersebut lebih bermanfaat jika dialokasikan bagi tenaga pendidik, khususnya guru honorer di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Sebaiknya, tunjangan tersebut pantas dialokasikan untuk para guru honorer. Banyak sekali, khususnya guru honorer di wilayah 3T yang haknya kurang dipenuhi atau bahkan diabaikan. Atau bahkan difungsikan untuk meningkatkan fasilitas pendidikan,” ujar dia.
Selain itu, Candra menambahkan, anggaran sebesar itu juga bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar maupun layanan publik.
“Anggaran itu penting dialokasikan untuk bangun akses jalan di pelosok, perbaiki kualitas pendidikan, kesehatan gratis, air bersih hingga transportasi umum,” jelas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Banjir Kritik Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta: Buang-buang Duit Negara Saat Rakyat Sulit Megapolitan 23 Agustus 2025
/data/photo/2015/06/17/1536103011-fot0126780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)