Ramai-ramai Tolak Usul DPR soal Gerbong Khusus Merokok: Tak Nyaman dan Tak Sehat
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Usulan anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan gerbong khusus bagi penumpang yang merokok panen kritik.
Usul itu disampaikan anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut dalam rapat dengar pendapat bersama Direksi PT KAI di Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
“Karena perjalanan bisa sampai delapan jam, masa kereta tidak ada ruang untuk
smoking area.
Saya yakin satu gerbong bisa. Ini aspirasi masyarakat,” kata Nasim.
Namun, banyak warga yang menilai usulan itu tidak perlu. Selain mengganggu kenyamanan, gerbong kereta khusus merokok juga dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan penumpang.
Dewi (32), penumpang kereta tujuan Surabaya, Jawa Timur yang ditemui di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, menilai, gerbong kereta khusus merokok berisiko mengganggu kenyamanan dan kesehatan.
“Gerbong untuk perokok tuh tetap berisiko, misal mengganggu kenyamanan dan kesehatan penumpang lain, apalagi kalau ada anak-anak,” kata Dewi kepada
Kompas.com,
Jumat (22/8/2025).
“Kereta itu ruang tertutup. Mau dipisah pun, asap rokok bisa merembes. Saya pribadi tidak setuju, lebih baik KAI konsisten bebas asap rokok,” lanjutnya.
Senada dengan Dewi, Ilmah (21), mahasiswa asal Bandung, Jawa Barat, juga menolak gagasan tersebut. Menurut dia, kereta berfungsi sebagai transportasi umum, bukan tempat merokok.
“Tempat khusus merokok ya adanya di luar, bukan di gerbong. Kalau enggak tahan enggak merokok 5-6 jam, ya sudah, enggak usah naik kereta aja,” ujar Ilmah di Stasiun Gambir.
Bukan cuma asapnya yang dinilai berbahaya bagi kesehatan, bau bakaran rokok pun dianggap mengganggu kenyamanan.
“Saya kurang setuju karena baunya mengganggu dan kenyamanan jadi berkurang,” tambahnya.
Sementara, Wiwien (40), pekerja swasta, sangat menyayangkan usulan tersebut karena justru seolah memberi ruang bagi perilaku yang terbukti merusak kesehatan.
“Sebagai wakil rakyat kok bisa punya opini seperti itu. Kita semua kan sama-sama tahu kalau rokok itu bisa menyebabkan penyakit, kanker, dan lain-lain,” kata Wiwien.
Menurut Wiwien, waktu perjalanan panjang di kereta seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih bermanfaat.
“Kalau bosan di kereta 5–6 jam, bisa diisi dengan hal lain yang lebih bermanfaat, bukan dengan merokok,” lanjutnya.
Ia menilai, keberadaan gerbong khusus merokok justru kontraproduktif terhadap upaya menjaga kesehatan masyarakat.
“Seolah-olah diberi insentif, padahal itu merusak tubuh sendiri. Jadi sangat tidak setuju,” ujarnya.
Wiwien menambahkan, akan lebih baik bila DPR mendorong fasilitas yang benar-benar mendukung kenyamanan penumpang.
“Saya akan senang sekali kalau ada gerbong ibu menyusui atau anak-anak. Di Jepang misalnya, ada gerbong bertema Hello Kitty, lebih ramah untuk anak. Itu jelas lebih bermanfaat,” kata dia.
Pendapat senada juga disampaikan Gale (32), penumpang lainnya. Ia menilai usulan gerbong merokok tidak sejalan dengan kebutuhan utama pengguna kereta.
“Kalau dipikir, ada baiknya dipisahkan, tapi di sisi lain itu buang-buang anggaran. Lagi pula buat apa juga merokok di kereta, kalau ada gerbong tambahan, ya mending untuk ibu menyusui atau anak-anak,” ucap Gale.
Namun, ada sejumlah warga yang menilai usulan gerbong khusus merokok patut dipertimbangkan. Sony (32) misalnya, menyebut bahwa perjalanan jarak jauh seringkali membuat penumpang perokok kesulitan menahan diri.
“Kalau menurut saya bagus, ya. Biar ada tempatnya sendiri, jadi enggak ganggu penumpang lain. Saya pribadi juga perokok, jadi kalau perjalanan panjang pasti kepikiran gimana caranya merokok,” ujar Sony.
Ia menilai, jika usulan tersebut direalisasikan, PT KAI tetap bisa menjaga kenyamanan dengan mengisolasi gerbong khusus.
“Yang penting jangan sampai asapnya nyebar ke gerbong lain. Kalau ditata dengan baik, saya rasa bisa,” katanya.
Sementara itu, Ratih (42), pekerja swasta, menilai wacana tersebut masih bisa dipertimbangkan dengan syarat ada aturan yang jelas agar tidak mengganggu penumpang lain.
“Enggak masalah sih kalau ada gerbong merokok, karena saya juga sering pulang-pergi Jakarta–Bandung sama suami yang perokok,” ujar Ratih.
“Kadang kasihan juga kalau dia kepengin merokok di perjalanan. Tapi tentu harus ada aturan khusus biar enggak ganggu penumpang lain,” lanjutnya.
Meski berbeda pandangan, para penumpang sepakat bahwa PT KAI sebaiknya fokus meningkatkan pelayanan.
Jika ada tambahan fasilitas, mereka berharap hal itu diarahkan untuk mendukung kenyamanan bersama, bukan sekadar memenuhi kebiasaan merokok.
Merespons hal tersebut, PT KAI telah menegaskan bahwa moda transportasinya bebas dari asap rokok.
“Sampai saat ini kereta api bebas asap rokok,” kata Vice President Public Relation PT KAI, Anne Purba, kepada
Kompas.com
, Kamis (21/8/2025).
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini mengaku mengutamakan keselamatan hingga kenyamanan penumpang.
“Kami mengelolanya dengan baik dengan tetap mengutamakan keselamatan, pelayanan, dan kenyamanan pengguna kereta api secara menyeluruh,” ujar Anne.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Ramai-ramai Tolak Usul DPR soal Gerbong Khusus Merokok: Tak Nyaman dan Tak Sehat Megapolitan 23 Agustus 2025
/data/photo/2025/08/15/689ed02a7f64a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)