Akar Macet Jalan TB Simatupang: Awalnya Dibangun untuk Mobilitas Cepat, Bukan untuk Kantor-Komersial
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jalan TB Simatupang yang membentang dari Kampung Rambutan hingga Lebak Bulus, kini dikenal sebagai salah satu koridor jalan tersibuk di selatan Jakarta.
Gedung perkantoran multinasional, hotel, dan pusat bisnis berdiri di kanan–kirinya.
Namun, sejarah jalan ini mencatat tujuan awal pembangunannya jauh berbeda, yakni bukan sebagai kawasan bisnis, melainkan jalur arteri untuk mengurai lalu lintas selatan Jakarta.
Rencana pembangunan Jalan TB Simatupang pertama kali muncul dalam Rencana Induk Jakarta 1965–1985 di era Gubernur Ali Sadikin.
Jalan ini ditujukan sebagai jalur arteri selatan yang menghubungkan Pasar Rebo/Kampung Rambutan dengan Lebak Bulus–Ciputat.
Secara umum, fungsi jalan arteri ini adalah menghubungkan antarbagian kota atau antarwilayah, dengan prioritas utama kelancaran pergerakan lalu lintas jarak menengah hingga jauh.
Pada prinsipnya jalan arteri bukan ditujukan untuk menampung aktivitas ekonomi padat, seperti pasar tradisional, mal, atau pusat perkantoran besar, yang dapat memperlambat arus distribusi.
Berdasarkan Rencana Induk Jakarta tersebut, ada tiga tujuan utama dibangunnya Jalan TB Simatupang, yakni:
Seiring waktu, fungsi jalan mulai bergeser. Dalam RTRW DKI Jakarta 1985–2005, sebagian kawasan di sepanjang Simatupang ditetapkan sebagai zona komersial dan perkantoran.
Faktor pendorong pergeseran fungsi tersebut, antara lain:
Masuk dekade 2000–an, pertumbuhan perkantoran di Jalan TB Simatupang semakin pesat.
Pemerintah bahkan sempat memproyeksikannya sebagai CBD selatan, “Sudirman kedua.” Namun, konsekuensinya adalah beban lalu lintas yang tak terkendali.
Data Dinas Perhubungan DKI (2024) menunjukkan, pada jam sibuk, arus kendaraan karyawan kantor bercampur dengan lalu lintas antarwilayah, terutama dari Depok, Bekasi, Bogor, dan Tangerang.
Kondisi ini diperparah dengan pintu keluar–masuk gedung yang mengganggu kapasitas lajur.
Makalah American Society of Civil Engineers (ASCE) menunjukkan bahwa tingginya kepadatan akses langsung (
access density
), seperti banyaknya pintu masuk dan keluar menuju gedung, pusat bisnis, atau area komersial, berpengaruh langsung pada turunnya kapasitas arteri.
Setiap akses baru menciptakan
friction
(gesekan lalu lintas), karena kendaraan harus melambat, berhenti, berbelok, parkir, atau
drop-off.
Semakin banyak titik akses, semakin menurun kemampuan arteri untuk mengalirkan kendaraan dengan lancar.
Hal ini relevan dengan kondisi TB Simatupang di beberapa tahun terakhir, yang mana banyaknya pintu masuk-keluar gedung perkantoran maupun gedung komersial.
Maka, dampak dari pergeseran fungsi ini adalah kemacetan. Sebab, Jalan TB Simatupang memang sejak awal tidak didesain untuk kawasan perkantoran atau komersial, melainkan jalan arteri.
Pengamat tata kota Nirwono Joga menilai, masalah di Simatupang bukan hanya soal sedang adanya proyek atau pekerjaan jalan, tetapi struktural.
Menurutnya, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kemacetan akut di TB Simatupang, yakni:
Sementara itu, pengamat tata kota lainnya, Yayat Supriatna mengatakan bahwa lebar Jalan TB Simatupang sudah tidak bisa ditambah.
Kapasitas Jalan TB Simatupang sudah maksimal. Harus ada evaluasi terkait tata ruang dan izin bangun baru yang memperhatikan andalalin.
Nirwono Joga dan Yayat Supriatna menyarankan beberapa langkah untuk mengurai kemacetan di Simatupang, di antaranya:
Jalan T.B. Simatupang menjadi cerminan nyata bahwa pergeseran fungsi jalur arteri menjadi koridor bisnis modern harus diiringi dengan persiapan infrastruktur transportasi umum yang lengkap dan regulasi pembangunan dengan andalalin yang matang.
Jika pemerintah tidak segera melakukan pengelolaan transportasi terpadu dan evaluasi tata ruang, kawasan ini berisiko terus terjebak dalam kemacetan akut yang tak kunjung selesai.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
5 Akar Macet Jalan TB Simatupang: Awalnya Dibangun untuk Mobilitas Cepat, Bukan untuk Kantor-Komersial Megapolitan
/data/photo/2017/09/11/1291642053.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)