Malam Tirakatan HUT ke-80 RI, Tradisi Prajurit Kostrad Bersama Warga Hidupkan Jiwa Merdeka

Malam Tirakatan HUT ke-80 RI, Tradisi Prajurit Kostrad Bersama Warga Hidupkan Jiwa Merdeka

Tirakat dalam budaya Jawa sesungguhnya bukan sekadar ritual. Laku itu manifestasi perjalanan batin. Tirakat adalah menahan diri, merenung, dan mendekatkan jiwa pada esensi kehidupan. 

“Tradisi kita, biasanya orang-orang tua dulu malam sebelum hari besar, duduk di bawah lampu minyak, dikelilingi keluarga dan tetangga. Mereka berdoa, berbagi cerita, dan menyantap hidangan sederhana,” Ilham bercerita.

Kehangatan itu dilengkapi dengan tumpeng yang diperlakukan penuh hormat. Itu adalah sikap syukur kepada Tuhan dan penghormatan kepada leluhur. 

“Ada keheningan yang disengaja yang menjadi sebuah jeda untuk merenungi perjuangan, pengorbanan, dan harapan,” katanya.

Ditambahkan bahwa di Salatiga, tradisi itu dihidupkan dan dihidupkan para prajurit dan warga. 

Dalam lingkaran dan suasana sangat sederhana, mereka berdoa. Bukan sekadar doa dan terima kasih bagi pahlawan, namun juga mendoakan Indonesia tetap bertumbuh dengan warganya yang berproses menjadi manusia yang utuh.

Salah satu warga menyebut bahwa kegiatan sederhana ini benar-benar membawa kepada suasana keseharian. Tak ada status sosial. Tak ada warga, tak ada tentara. Tak ada komandan, tak ada anggota. 

“Yang hadir adalah manusia. Warga negara yang menyatukan harapan agar Indonesia semakin sehat,” katanya.