Kisah Fristo Kerja Pulang Pergi Cipanas-Jakarta, Menembus 85 Kilometer Tiap Hari
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Jam di dinding baru menunjuk pukul 04.00 WIB. Udara Cipanas, Puncak, Jawa Barat, begitu dingin, menusuk tulang.
Saat kebanyakan orang masih terlelap, Fristo (30) sudah bersiap menantang pagi.
Hari ini, seperti ratusan hari sebelumnya, ia menempuh perjalanan panjang menuju kantornya di Tebet, Jakarta Selatan.
Dengan mata setengah terpejam, ia menyeret langkah ke kamar mandi.
Air dingin yang menggigit kulit menjadi “ritual wajib” sekaligus tantangan terberat yang harus ia taklukkan sebelum mengayuh roda nasib ke ibu kota.
“Bayangin aja kalian lagi di dalam ruangan AC yang suhunya around 16°-19° C terus kalian guyur badan kalian pakai air es yang banyak. Nah, sebegitu menggigilnya saya tiap mandi untuk berangkat kerja,” ucap Fristo saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
Usai berpakaian rapi dan menyandang tas, ia keluar rumah ketika langit masih pekat.
Pukul 05.00 WIB, suara mesin motor maticnya memecah kesunyian di halaman.
Mantel tebal menjadi senjata utama untuk menembus hawa dingin jalur Puncak.
Dari Istana Cipanas, melewati Puncak Pass, Taman Safari, hingga Tajur, Bogor, ia mengendarai motornya sambil ditemani matahari yang perlahan muncul di balik Gunung Gede Pangrango.
Bagi Fristo, perjalanan kerja menuju ibu kota layaknya liburan.
“Berangkat jam segitu tuh seger banget dan view-nya bagus banget, terlebih jam segitu tuh belum macet alias lowong banget jalannya,” kata Fristo.
Setiap hari kerja, Fristo menempuh total jarak sekitar 85 kilometer.
Dari rumahnya di Cipanas, ia lebih dulu melaju dengan motor menuju Stasiun Bogor, lalu berganti moda transportasi dengan KRL menuju Tebet, Jakarta Selatan.
Rata-rata, perjalanan itu memakan waktu 3 hingga 3,5 jam sekali jalan.
Kalau sedang beruntung, ia bisa tiba dalam 2,5 jam, namun, kondisi seperti itu bisa dihitung dengan jari.
“Paling cepat 2,5 jam, tapi seringnya sih 3 sampai 3,5 jam kalau lagi rame banget atau macet di Bogornya. Kalau sekarang sepertinya sih 3,5 jam-an karena di Tajur, tiba-tiba ada galian tanah yang bikin super duper macet,” ucap Fristo.
Perjalanan Fristo tak selalu mulus. Mengingat Bogor dikenal sebagai “kota hujan”, ia kerap harus menepi ketika hujan deras mengguyur.
“Pernah kalau dalam perjalanan tiba-tiba hujan deras banget, jadi jalannya harus pelan banget takut jatuh soalnya,” kata dia.
Bagi sebagian orang, jalur Cipanas–Jakarta identik dengan perjalanan wisata.
Namun bagi Fristo, itu adalah rute sehari-hari untuk mencari nafkah.
Setiap tikungan, tanjakan, hingga pemandangan kebun teh yang biasanya dinikmati wisatawan, sudah menjadi bagian dari rutinitasnya.
Banyak orang mungkin akan memilih ngekos di Jakarta demi menghemat waktu dan tenaga.
Namun bagi Fristo, pilihan itu tidak pernah terasa pas.
Ia memang pernah sekali mencoba tinggal di kosan dekat kantor, tapi justru tidak betah.
Malam-malamnya terasa hampa, Fristo sulit tidur, alasannya terlalu rindu dan tidak bisa berjauhan dengan anak dan istrinya di Cipanas.
“Anak istriku di Cipanas, saya homesick banget kalau tidak pulang ke rumah. Apalagi kalau ngekos, malah tidak bisa tidur kalau tidak ada mereka, saya sudah pernah nyoba soalnya,” kata dia.
Selain alasan keluarga, ia juga merasa biaya PP tidak lebih mahal dibandingkan ngekos.
Dalam seminggu, ia menghabiskan sekitar Rp300 ribu untuk bensin, makan, dan biaya penitipan motor di Stasiun Bogor.
“Lagian sama aja sih kalau ngekos juga biayanya, seminggu sekitar 300 ribuan lah PP sudah semua termasuk transport, makan, dan titip motor,” ujarnya.
Selain udara dingin pagi hari, perjalanan pulang di malam hari juga memiliki tantangan tersendiri.
Beberapa titik di jalur Puncak minim penerangan sehingga pengendara harus ekstra hati-hati.
“Ada spot yang gelap gulita, jadi harus waspada kalau ada lubang atau hambatan,” ungkapnya.
Meski demikian, Fristo mengaku menikmati perjalanan setiap hari.
Pemandangan alam, udara segar, dan suasana pagi di Puncak menjadi “bonus” yang membuatnya betah menjalani rutinitas tersebut.
“Dulu saya sama istri kerja di Jakarta, liburnya malah ke Puncak. Sekarang setiap hari lewat sini, rasanya seperti liburan gratis,” kata dia.
Bagi Fristo, pulang adalah alasan, dan keluarga adalah tujuan yang membuatnya tak pernah berhenti mengayuh langkah.
Di ujung setiap perjalanan, lelahnya luruh bersama senyum anak dan istrinya, hadiah paling berharga yang tak tergantikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
8 Kisah Fristo Kerja Pulang Pergi Cipanas-Jakarta, Menembus 85 Kilometer Tiap Hari Megapolitan
/data/photo/2025/08/15/689e9464e282f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)