Merayakan Tradisi Wiwit Kopi yang Hidup Kembali

Merayakan Tradisi Wiwit Kopi yang Hidup Kembali

Liputan6.com, Kudus – Aroma seduhan kopi khas Pegunungan Muria tak hanya hadir di dalam cangkir. Harumnya juga menjadi denyut nadi kehidupan bagi warga Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kudus, Jawa Tengah.

Ranum bunga biji-biji kopi, bukan hanya sekadar komoditas bernilai jual tinggi. Budidaya, panen kopi, hingga proses pengolahan kopi, menjelma sebagai tradisi kearifan lokal turun-temurun bagi warga desa setempat, yang mereka menyebutnya Wiwit Kopi.

Pada tahun ini bersamaan bulan kemerdekaan Agustus, tradisi Wiwit Kopi kembali dilakukan para petani kopi dan warga. Pesta rakyat ini dilakukan di Bukit Guyangan, Desa Japan, setelah vakum selama 15 tahun lamanya.

Rangkaian tradisi diiringi kirab gunungan hasil bumi di Pegunungan Muria. Gunungan berisi buah buahan seperti alpukat, mangga, jeruk pamelo, sayuran dan umbi umbian.

Yang menarik, juga disertakan buah parijoto yang hanya tumbuh di Pegunungan Muria. Selain sesaji gunungan, juga ditampilkan tarian wiwit kopi, hingga prosesi ngruwok atau memetik kopi langsung dari pohonnya. 

Penyelenggaran tradisi Wiwit kopi ini, menandai dimulainya musim panen raya petani kopi di Pegunungan Muria. Mereka memetik kopi yang biasanya dilakukan pada Juli hingga September 2025.

Ketua Desa Wisata Japan, Mutohar mengatakan, tradisi Wiwit Kopi merupakan bentuk syukur atas hasil panen dan mengguyubkan kebersamaan warga di Pegunungan Muria.

“Ini bukan sekadar ritual panen, tetapi simbol budaya yang kami lestarikan agar nilai-nilai lokal tetap hidup,” ujar Mutohar kepada Liputan6.com, Senin (11/8/2025).

Pegelaran tradisi Wiwit Kopi ini terasa istimewa. Sebab dihadiri Bupati Kudus Samani Intakoris serta Ketua Komisi E DPRD Jateng. Mereka guyub penuh suka cita membaur bersama warga Japan.

Bupati Kudus didapuk untuk mengawali prosesi ngruwok kopi. Rangkaian ini dilakukan usai doa bersama dan rebutan gunungan hasil bumi.