Warga Minta Kebijakan Royalti Musik di Ruang Publik Dipertimbangkan Ulang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah warga meminta agar pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, untuk membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Jeni (29), salah satu pengunjung kafe di Tebet, Jakarta Selatan, merasa keberatan apabila banyak kafe memilih untuk tidak memutar lagu karena takut terkena royalti.
“Ya, sebagai pemerintah kalau mau buat kebijakan dipertimbangkan lah. Masa putar lagu di kafe aja harus bayar. Kan fungsinya lagu buat didengarin, heran kalau apa-apa harus serba bayar dan dipajak,” jelas Jeni kepada
Kompas.com
, Minggu (3/8/2025).
Menurut Jeni, pemerintah seharusnya sadar bahwa pemutaran lagu di kafe atau restoran bisa memberikan dampak positif.
Sebab, lagu yang sering diputar di kafe dan restoran jadi lebih mudah dikenal serta dihapal banyak orang.
“Toh, kalau kita dengarin dari YouTube
channel
ori penyanyinya, bisa nambah
adsense
dia. Kalau dengarin di Spotify kan juga resmi, dia juga dapat uangnya, kenapa harus bayar ke pemerintah,” tegas Jeni.
Sementara itu, pengunjung kafe lainnya bernama Aulia (25) berharap agar pemerintah menyeleksi penyanyi mana saja yang keberatan lagunya disetel di kafe dan restoran.
“Mending kasih tahu aja mana penyanyi yang enggak berkenan lagunya disetel di kafe, mana yang enggak masalah, biar pihak kafenya boikot penyanyi itu, jangan semua dipukul rata enggak boleh. aku yakin, pihak kafe bakal otomatis
aware
soal ini,” jelas Aulia.
Ia menambahkan, sebaiknya pemerintah membuat aturan yang mendorong kafe atau restoran memutar lagu dari aplikasi resmi atau berlisensi.
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkum Agung Damarsasongko mengatakan, aturan tersebut berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan
streaming
lainnya.
Pasalnya, langganan pribadi seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik.
“Layanan
streaming
bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” kata Agung dalam keterangan tertulis, Senin (28/7/2025).
Agung mengatakan, pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau musik.
LMKN bertugas menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para pecipta dan pemilik hak terkait.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Warga Minta Kebijakan Royalti Musik di Ruang Publik Dipertimbangkan Ulang
/data/photo/2025/08/03/688ee2c57d2e9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)