7 Banyak Utang hingga Cerai Usai PHK, Eks Pegawai Paytren Tuntut Hak Bandung

7
                    
                        Banyak Utang hingga Cerai Usai PHK, Eks Pegawai Paytren Tuntut Hak
                        Bandung

Banyak Utang hingga Cerai Usai PHK, Eks Pegawai Paytren Tuntut Hak
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Sebanyak 22 mantan karyawan PT Veritra Sentosa Internasional (VSI) yang menaungi merek dagang
Paytren
, menuntut perusahaan membayar sisa gaji dan pesangon yang belum diberikan usai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada 2019 hingga 2022.
Salah satunya, Deri Syarif, mengaku sangat membutuhkan uang pesangon sebesar Rp 132.766.454 untuk kebutuhan hidup dan melunasi utang.
“Rencananya uang itu untuk bayar utang, saya berhutang juga untuk kehidupan sehari-hari. Karena saya kan hanya di rumah saja setelah di-PHK,” ujar Deri saat ditemui Kompas.com di Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (30/7/2025).
Ia menyebut, pesangon yang pernah dicairkan hanya Rp 4 juta dari total hak sekitar Rp 136 juta. Padahal, dana tersebut sempat direncanakan sebagai modal usaha ekspor-impor, namun gagal dijalankan karena kurang modal.
“Mau lanjutin lagi niat usaha. Dulu sempat berencana mau bikin usaha ekspor-impor dari uang pesangon, tapi cuma cair Rp 4 juta dari yang seharusnya Rp 136 juta, akhirnya tidak jalan karena kurang modal,” katanya.
Tak hanya Deri, sejumlah mantan pegawai Paytren juga mengalami kesulitan ekonomi akibat PHK tanpa pelunasan hak.
“Di antara 22 orang itu, ada teman saya yang istrinya sampai meninggal dunia karena stres dan tertekan oleh waktu menunggu uang pesangon dibayarkan. Ada juga teman saya yang sampai cerai, karena masalah ekonomi keluarga habis di-PHK,” ucapnya.
Total tuntutan yang diajukan kepada perusahaan melalui mediasi tripartit bersama Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandung mencapai Rp 1,8 miliar.
Kuasa hukum eks pegawai PT VSI, Imas Sa’adah, menjelaskan jumlah pekerja yang terkena PHK sebetulnya lebih dari 100 orang. Namun hanya 22 orang yang melanjutkan proses hukum.
“Setelah dua kali mediasi, pada tahun 2023 dan 2024, pihak perusahaan hanya memberi janji-janji, dengan alasan menunggu pembayaran penjualan gedung. Pada 18 Februari 2025, PT VSI mengumumkan akuisisi, yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan,” ujar Imas.
Menurutnya, berdasarkan aturan, perpindahan kendali perusahaan tidak menggugurkan kewajiban terhadap hak-hak buruh.
“Berdasarkan aturan, maka sudah tepat eks buruh VSI melakukan tuntutan kepada PT VSI. Manajemen baru tidak bisa lari dari tanggung jawab terhadap eks buruh PT VSI, sekalipun antara manajemen lama dan manajemen baru punya perjanjian internal,” tegasnya.
Mediasi tripartit bersama Disnaker Kota Bandung dilaksanakan pada 24 Juli 2025 dengan dihadiri perwakilan manajemen baru. Menurut Imas, mediasi pertama masih sebatas penyampaian tuntutan dan akan dilanjutkan dua pekan kemudian.
“Hasil mediasi pertama baru penyampaian tuntutan kepada pihak perusahaan, lalu mediasi dijadwalkan lagi dua pekan kemudian dengan agenda jawaban dari pihak perusahaan. Kami harap ada respon positif dari perusahaan terkait dengan hak pesangon yang belum dibayarkan,” katanya.
Imas menyebut pihaknya juga telah mengirim surat ke sejumlah instansi, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan, Balai Harta Peninggalan (BHP) Kementerian Hukum, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Majelis Ulama Indonesia.
“Tujuannya agar mendapat pengawalan, perlindungan, dan perhatian. Kami meminta agar pihak yang berwenang menangguhkan izin aktivasi, izin operasi maupun izin perpanjangan PT VSI hingga hak-hak karyawan tersebut diselesaikan,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.