Kisah Amelia, Sosok Ibu Asuh bagi Anak-anak di Panti Asuhan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Panti Asuhan
Mizan Amanah Jagakarsa, Jakarta Selatan, bukan sekadar tempat tinggal bagi anak-anak yang kehilangan orangtua atau berasal dari keluarga kurang mampu.
Bagi Amelia, salah satu pengurus panti, tempat itu sudah seperti rumah sendiri. Di sana, ia berbagi kasih sayang dan tumbuh bersama anak-anak yang diasuhnya.
“Rasanya seperti anak sendiri,” kata Amelia saat ditemui
Kompas.com
, Senin (28/7/2025).
Amelia tak pernah membayangkan pekerjaannya akan membawa begitu banyak rasa, mulai dari bahagia, bangga, hingga kewalahan dan sesekali dilanda perasaan bersalah.
Setelah bertahun-tahun hidup bersama, ia kini merasa tak memiliki batasan dengan anak-anak asuhnya.
Amelia tak hanya mengurus kebutuhan harian mereka, tetapi juga hadir sebagai sosok orangtua pengganti.
“Kadang campur aduk perasaannya. Di satu sisi sedih ngeliat anak-anak yang enggak diurus orangtuanya, tapi di sisi lain senang juga bisa ikut ngurus mereka, lihat mereka tumbuh,” ujarnya.
Saat ini,
Panti Asuhan Mizan Amanah
Jagakarsa menampung 20 anak, terdiri dari 19 perempuan dan satu laki-laki. Mereka hidup dalam satu atap dan menjalani rutinitas harian bersama-sama.
Amelia menjelaskan, anak-anak biasanya bangun antara pukul 04.30 WIB sampai 05.00 WIB. Kemudian, mereka salat Subuh dan mengaji bersama dengan pengurus panti.
Selain itu, anak-anak juga tetap mengikuti pendidikan formal seperti pada umumnya. Setelah pulang sekolah, waktu mereka digunakan untuk beristirahat, belajar, serta bermain.
Namun, kata Amelia, mengasuh puluhan anak dengan latar belakang dan usia berbeda bukan hal mudah. Tantangan terberat baginya adalah menjaga perasaan anak-anak agar tetap diperhatikan secara adil.
“Hal terberat itu ketika mereka merasa kita pilih kasih. Padahal menurut kita enggak gitu. Kita lihat situasi, usia, kondisi juga. Tapi namanya anak, ya pasti sensitif,” tuturnya.
Amelia menambahkan, beberapa anak yang diasuhnya kerap menunjukkan tanda-tanda kurang kasih sayang. Tak jarang, ada yang sulit diarahkan untuk salat atau mandi.
“Mungkin karena sebelumnya kurang diperhatikan, jadi butuh pendekatan lebih sabar,” kata dia.
Di tengah berbagai tantangan, Amelia menemukan momen-momen kecil yang menumbuhkan harapan. Salah satunya saat seorang anak sakit dan menangis tanpa henti, lalu teman sebayanya datang membantu tanpa diminta.
“Dia ambil kompres sendiri, terus ngelap jidat temennya sampai tertidur. Buat saya itu bukti keberhasilan kecil, mereka sudah belajar peduli. Rasa kasih dan empati itu mulai tumbuh, dan itu yang kita tanamkan tiap hari,” ujarnya haru.
Meski kerap merasa kewalahan, Amelia menyimpan harapan besar bagi anak-anak di
panti asuhan
. Ia ingin mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab, mandiri, dan bermanfaat bagi orang lain.
“Saya selalu doakan, mereka bisa jadi anak yang baik, sukses, dan bisa bantu orang lain, termasuk bantu panti ini juga nantinya,” kata dia.
Bagi Amelia, panti ini bukan sekadar tempat singgah, tetapi rumah bersama.
“Panti ini rumah. Buat mereka, dan buat saya juga,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/07/29/68886823c94eb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)