Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto baru saja menyelesaikan lawatan luar negeri selama lima hari ke enam negara, termasuk ke pertemuan BRICS di Rusia dan kunjungan kenegaraan ke markas Uni Eropa di Brussel, Belgia.
Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Philips Jusario Vermonte menegaskan, masuknya Indonesia ke BRICS bukan sebagai perlawanan terhadap Barat, akan tetapi strategi memperluas kerja sama di tengah dinamika global yang makin terpolarisasi antara blok Barat dan kekuatan baru seperti BRICS.
“Bergabung dengan BRICS tidak berarti Indonesia anti-Barat. Justru kita bisa memainkan peran strategis sebagai jembatan antara negara-negara berkembang dan kekuatan Barat,” ujar Philips di Kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (19/7/2025).
Philips menyebut, keputusan Indonesia untuk menjadi anggota penuh BRICS pada KTT di Kazan, Rusia, menunjukkan langkah strategis penguatan kerja sama Selatan–Selatan.
Di sisi lain, pertemuan Presiden Prabowo dengan para pemimpin Uni Eropa, serta tercapainya political agreement Indonesia EU CEPA, menegaskan bahwa hubungan dengan Barat tetap menjadi prioritas.
“CEPA ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia sudah masuk BRICS, hubungan dengan Uni Eropa tetap hangat. Ini bukan hal yang saling meniadakan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Philip mengungkap Indonesia terus mempraktikkan kebijakan luar negeri bebas aktif, tidak memilih 1 blok, tetapi malah menjaga komunikasi intensif dengan berbagai pihak. Bahkan, menurutnya, Amerika Serikat tidak menunjukkan resistensi berarti terhadap posisi Indonesia dalam BRICS, selama arah kebijakannya tetap terbuka dan kooperatif.
“Buat Amerika, selama kita tetap kooperatif dan tidak agresif terhadap kepentingan mereka, saya rasa posisi Indonesia di BRICS tidak akan jadi masalah besar,” lanjutnya.
Tak hanya posisi Indonesia setelah bergabung dengan BRICS, Philips menyebut kunjungan Prabowo ke Brussels membuahkan hasil konkret berupa kesepakatan politik Indonesia EU CEPA, sebuah langkah besar setelah 17 putaran negosiasi selama tujuh tahun terakhir.
Kesepakatan tersebut membuka jalan penghapusan tarif dan hambatan non-tarif atas perdagangan barang dan jasa antara kedua pihak. “CEPA ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia sudah masuk BRICS, hubungan dengan Uni Eropa tetap hangat. Ini bukan hal yang saling meniadakan,” kata Philips.
