Menurutnya, salah satu alasan masyarakat memilih kendaraan pribadi adalah karena angkutan umum dinilai tidak praktis, lambat, dan tidak terintegrasi. Sistem trayek dianggap tidak mampu menjawab dinamika mobilitas masyarakat urban saat ini.
Untuk mengatasi hal ini, Farhan mengusulkan agar angkot diintegrasikan ke dalam sistem cerdas berbasis teknologi Internet of Things (IoT).
Ia menyebut konsep ini sebagai “angkot cerdas” yang bisa memfasilitasi mobilitas lebih dinamis, dengan jadwal, rute, dan sistem pembayaran yang terintegrasi secara digital.
“Angkot kudu pintar. Harus terkoneksi dalam sistem IoT. Bisa disambungkan dalam jaringan grid yang memungkinkan masyarakat melihat posisi, rute, dan waktu tempuh angkot secara real time,” jelasnya.
“Saya akan minta agar regulasi tentang trayek, yang peninggalan masa lalu itu, harus mulai diubah. Harus diganti supaya angkot bisa lebih fleksibel dan bersaing,” imbuhnya.
Ia juga menyampaikan rencana pembangunan sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Bandung yang akan dimulai dalam waktu dekat.
Farhan mengingatkan masyarakat, pembangunan BRT akan berdampak pada lalu lintas kota selama dua tahun ke depan.
“Kita akan membangun konstruksi BRT yang akan membuat Bandung macet sampai dua tahun ke depan. Tapi ini investasi jangka panjang untuk perbaikan transportasi,” ujarnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1641370/original/044149800_1499335049-20170706-angkot-angkoters2-bandung.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)