Bediding Melanda Jawa Tengah, Ini Penjelasan BMKG soal Suhu Turun hingga 17 Derajat Regional 11 Juli 2025

Bediding Melanda Jawa Tengah, Ini Penjelasan BMKG soal Suhu Turun hingga 17 Derajat
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Juli 2025

Bediding Melanda Jawa Tengah, Ini Penjelasan BMKG soal Suhu Turun hingga 17 Derajat
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com –
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (
BMKG
) menyebut suhu udara dingin yang belakangan dialami masyarakat Jawa Tengah tidak terjadi tanpa alasan.
Misalnya, Kota Salatiga yang biasanya bersuhu sekitar 20 derajat di pagi hari kini dapat mencapai 17 derajat.
Kota Semarang yang dikenal panas pun dapat mengalami suhu 22 derajat di saat pagi.
Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Giyarto, mengatakan fenomena yang kerap disebut ‘
bediding
‘ ini menjadi salah satu tanda puncak musim kemarau yang dipicu oleh menguatnya
monsun Australia
.
“Kalau di Jawa Tengah biasa disebut bediding, hawa dingin ini terjadi karena masa udara kering dari monsun Australia mulai menguat,” kata Giyarto saat dikonfirmasi, Jumat (11/7/2025).
Dia mengatakan, massa udara yang dibawa monsun Australia cenderung kering dan dingin.
Kondisi itu membuat cuaca cerah di siang hari, tetapi suhu udara terasa dingin karena tidak ada uap air yang cukup untuk menahan panas di atmosfer.
“Dibuktikan dengan titik embun yang cukup rendah, berkisar 15 sampai 17 derajat. Artinya, kelembapan sangat rendah sehingga udara terasa kering dan dingin,” tuturnya.
Menurut Giyarto, fenomena bediding normal terjadi saat puncak musim kemarau.
Selain
suhu dingin
tersebut, fenomena kabut pagi seperti embun upas juga kerap muncul di dataran tinggi Dieng.
“Kondisi ini akan berlangsung setidaknya dari dasarian awal Juli hingga Agustus. Di sejumlah wilayah seperti Solo Raya, puncak kemarau biasanya terjadi pada Agustus,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Giyarto menyampaikan potensi hujan tetap ada di beberapa wilayah, terutama karena dinamika cuaca lokal.
“Hujan masih bisa terjadi, walaupun ringan dan sebentar. Biasanya dipengaruhi kondisi lokal harian. Contohnya di kawasan Pegunungan tengah bagian utara seperti Pekalongan dan Batang, itu masih berpotensi hujan meskipun tidak setiap hari,” katanya.
Di samping itu, dia mengimbau agar masyarakat mewaspadai potensi kekeringan yang rawan mengalami kebakaran saat kemarau.
Terlebih, kemarau tahun ini disertai peningkatan radiasi matahari. “Tingkat kemudahan terjadinya kebakaran lahan dan hutan cukup tinggi. Kami mengimbau masyarakat agar berhati-hati saat melakukan aktivitas pembakaran, harus dalam pengawasan,” ujar Giyarto.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.