Meskipun belum banyak penelitian ilmiah yang membuktikan secara gamblang manfaat konsumsi tanah liat, tradisi ini tetap hidup karena pengalaman turun-temurun dari masyarakat yang mengonsumsinya secara rutin dan tidak mengalami gangguan kesehatan.
Bahkan, dalam beberapa kepercayaan lokal, Ampo dipercaya dapat menenangkan perut ibu hamil dan menjadi ‘obat’ alami untuk orang yang mengalami gangguan lambung ringan. Dalam praktiknya, Ampo kerap dijajakan di pasar-pasar tradisional di Tuban, terutama oleh para penjual tua yang telah mewarisi keahlian membuatnya dari generasi sebelumnya.
Mereka membuat Ampo bukan sekadar untuk dijual, tapi juga untuk mempertahankan jejak budaya yang semakin tergerus zaman. Fenomena Ampo juga memunculkan beragam reaksi dari masyarakat luar daerah maupun wisatawan asing.
Ada yang memandangnya sebagai keunikan budaya yang luar biasa dan layak dilestarikan, tetapi tak sedikit pula yang merespons dengan rasa heran bahkan jijik, mengingat kebiasaan umum yang menghindari tanah sebagai sesuatu yang tidak layak dimakan. Namun justru di sinilah nilai penting dari Ampo sebagai representasi warisan budaya lokal.
Ia menantang persepsi umum dan membuka ruang dialog mengenai hubungan manusia dengan alam. Dalam konteks antropologi kuliner, Ampo adalah contoh nyata bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan sumber daya alam secara ekstrem namun tetap aman dan bermakna secara sosial dan spiritual.
Ia menjadi simbol dari kesederhanaan hidup yang penuh makna, tentang bagaimana sesuatu yang dianggap ‘kotor’ bisa diubah menjadi simbol kemurnian dan keaslian jika dikelola dengan niat dan tradisi yang kuat. Di tengah arus modernisasi yang kian deras, keberadaan Ampo semakin langka dan terancam punah.
Generasi muda di Tuban mulai enggan meneruskan tradisi ini karena dianggap tidak praktis, kurang menguntungkan, atau bahkan malu dengan bahan dasarnya. Padahal, jika dikelola dengan inovatif, Ampo bisa menjadi ikon kuliner eksotis yang punya daya tarik kuat di dunia internasional, sebagaimana negara lain mulai mengadopsi konsep edible clay dalam bentuk produk kecantikan atau kesehatan.
Maka, tantangannya kini adalah bagaimana mengenalkan Ampo sebagai warisan budaya yang unik namun tetap relevan dengan zaman. Pelestarian tidak hanya berarti mempertahankan cara membuatnya, tetapi juga merumuskan kembali narasi yang membingkai Ampo sebagai simbol dari filosofi hidup yang menghargai alam, kesederhanaan, dan kearifan lokal.
Sebab dalam sebatang Ampo, tersembunyi cerita panjang tentang ketahanan budaya, keyakinan, dan rasa hormat terhadap bumi tempat manusia berpijak.
Penulis: Belvana Fasya Saad
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3352183/original/091726100_1610961592-ampo.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)