Polemik Jalur Domisili di Tangsel: Warga Tetangga Sekolah, tapi Gagal Masuk Megapolitan 4 Juli 2025

Polemik Jalur Domisili di Tangsel: Warga Tetangga Sekolah, tapi Gagal Masuk
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Juli 2025

Polemik Jalur Domisili di Tangsel: Warga Tetangga Sekolah, tapi Gagal Masuk
Editor
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com
— Warga RW 10, Pamulang Barat, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyampaikan kekecewaan terhadap hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025, khususnya pada jalur domisili di SMP Negeri 4 Tangsel dan SMA Negeri 6 Tangsel.
Mereka menilai sistem penerimaan murid baru tahun ini tidak berpihak pada warga yang tinggal sangat dekat dengan sekolah.
Ketua RW 10 Pamulang Barat, Suhendar mengatakan, tidak ada satu pun dari sembilan anak di lingkungan mereka yang diterima di SMPN 4 dan SMAN 6 Tangsel, meskipun rumah para pendaftar berada sangat dekat dengan sekolah.
“Kami melakukan ini dengan keadaan terpaksa. Karena warga kami yang merasa sudah ada di sini sejak awal, bahkan sebelum sekolah ini berdiri, tidak diterima bersekolah di SMAN 6 SMPN 4 ini. Padahal jaraknya hanya 100 meter, 50 meter, bahkan ada yang tujuh meter,” ujar Suhendar di lokasi, Kamis (3/7/2025).
Menurut Suhendar, warga telah berusaha menyampaikan keberatan melalui dialog dengan pihak sekolah sebanyak tiga kali.
Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan atau solusi.
Karena belum ada tindak lanjut dari pihak sekolah, warga akhirnya menutup sementara akses jalan menuju SMPN 4 dan SMAN 6 Tangsel.
Mereka juga memasang spanduk sebagai bentuk penyampaian protes kepada sekolah maupun pemerintah.
“Kami mengharapkan kepala sekolah bisa meneruskan ke yang lebih tinggi lagi agar peraturan-peraturan seperti itu,” kata Suhendar
“Kami minta agar warga sekitar diberi kesempatan untuk bisa bersekolah di sini daripada yang jauh-jauh,” kata Suhendar.
Warga lainnya, Rangga, mengatakan rata-rata nilai siswa dari RW 10 mencapai 85.
Namun, mereka tetap tidak diterima karena seleksi jalur domisili kini mempertimbangkan nilai akademik di tingkat kecamatan.
Padahal, informasi soal perubahan mekanisme itu baru diterima warga pada 29 Mei 2025, sedangkan pelaksanaan PPDB berlangsung pada Juni.
“Warga kami pada dasarnya merujuk pada aturan sebelumnya, pada zonasi. Karena pada aturan ini, kita terima itu bulan Mei tanggal 29 Mei 2025, terus SPMB Juni, jadi bagaimana kami sosialisasi?, mempersiapkan anak dari warga kami,” kata Rangga.
Warga menutup akses menuju dua sekolah negeri itu dan memasang tiga spanduk berwarna kuning bertuliskan penolakan.
Dua spanduk terpasang di gerbang SMAN 6 dan satu di depan
SMPN 4 Tangsel
.
Salah satu spanduk menyampaikan permintaan maaf atas penutupan jalan, dan juga alasan aksi warga.
“Akses ini ditutup karena sistem penerimaan siswa mengabaikan hak anak-anak kami bersekolah di lingkungan sendiri,” demikian tulisan pada spanduk itu.
Rangga menyebut penutupan jalan ini adalah bentuk aspirasi yang ingin disampaikan ke berbagai pihak, termasuk Gubernur Banten Andra Soni dan Dinas Pendidikan Provinsi.
“Ini bentuk ekspresi warga agar dilihat, didengar oleh pimpinan, Gubernur Banten Pak Andra Soni, lalu juga Kepala Dinas. Kami mohon kebijaksanaannya karena anak-anak warga kami butuh sekolah,” ujar dia.
Hingga kini, pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan belum memberikan tanggapan resmi atas keluhan warga.
Aksi warga RW 10 menjadi potret nyata ketegangan antara kebijakan zonasi yang bergeser dan kebutuhan riil masyarakat sekitar sekolah.
(Reporter: Intan Afrida Rafni | Editor: Akhdi Martin Pratama)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.