Krisis Dana Ancam Pusat Layanan Autis di Batam, Orangtua Iuran Tiap Bulan Regional 4 Juli 2025

Krisis Dana Ancam Pusat Layanan Autis di Batam, Orangtua Iuran Tiap Bulan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        4 Juli 2025

Krisis Dana Ancam Pusat Layanan Autis di Batam, Orangtua Iuran Tiap Bulan
Tim Redaksi
BATAM, KOMPAS.com
 – Pusat Layanan
Autis
(PLA) di Kota
Batam
, Kepulauan Riau, saat ini menghadapi krisis dana operasional yang serius.
Orangtua anak penyandang autisme terpaksa mengeluarkan iuran sebesar Rp100 ribu per bulan untuk menutupi biaya operasional lembaga terapi ini, yang merupakan satu-satunya fasilitas pelayanan milik pemerintah bagi anak-anak
autis
di Provinsi Kepri.
Uang iuran tersebut digunakan untuk membiayai terapi air, les musik, serta berbagai kebutuhan operasional PLA, seperti jasa kebersihan dan pembelian kertas.
“Sejak tiga tahun terakhir, tidak ada dana operasional bagi PLA dari Pemerintah Provinsi,” ungkap Rana, seorang orangtua anak, saat ditemui di Batam Center, Kamis (3/7/2025).
Rana dan orangtua lainnya mengaku tidak keberatan dengan
iuran bulanan
ini. 
Iuran ini terpaksa dilakukan setelah PLA menginformasikan kepada orangtua bahwa dana operasional dari pemerintah telah terhenti.
Kondisi ini berimbas pada kekurangan tenaga terapis di PLA Batam.
Dari awalnya memiliki tiga terapis, kini hanya tersisa satu orang setelah dua terapis lainnya lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Saat ini hanya ada satu terapis, sebelumnya tiga orang, tapi dua orang lainnya sudah lolos seleksi PPPK. Jika satu lagi juga lolos, maka tidak ada lagi terapis di PLA,” jelasnya.
Total staf PLA Batam yang berjumlah lima orang kini juga mengikuti seleksi PPPK, berharap tetap dapat ditempatkan di PLA setelah lulus.
Namun, harapan ini pupus setelah keputusan penempatan di Tanjungpinang diumumkan.
Kekurangan dana
operasional juga berdampak pada jumlah anak yang mengikuti terapi.
Saat ini, hanya ada 15 anak yang masih mendapatkan layanan terapi, jauh berkurang dari 60 anak sebelumnya.
“Setelah dana tidak ada, harapan kami adalah ikut seleksi PPPK dan bisa ditempatkan di sini. Namun ternyata berbeda karena mereka ditempatkan di tempat lain. Sekarang kotor di mana-mana,” keluh Rana.
Ia menambahkan bahwa terapi bagi anak autis di luar PLA sangat mahal, berkisar antara Rp80 ribu-100 ribu per jam.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Siti Hidayati Roma, mengonfirmasi bahwa PLA Batam belum memiliki struktur resmi dan masih dalam proses pembentukan.
Siti menjelaskan, ada dua opsi untuk kelembagaan PLA ke depan: digabungkan dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) atau masuk ke dalam Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus.
“Selama ini PLA tidak punya struktur organisasi. Kita sudah usulkan agar ada perubahan, dan saat ini sedang diusulkan untuk disusun peraturan gubernurnya,” katanya melalui sambungan telepon.
Siti menegaskan, PLA tidak memiliki tenaga terapis bersertifikat.
“Lima staf yang selama ini bekerja di PLA ternyata bukan terapis bersertifikasi. Mereka sudah terbiasa melakukan terapi, tapi secara formal mereka tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Siti menambahkan, Dinas Pendidikan tidak dapat mengusulkan formasi terapis ke PLA setelah lulus PPPK, karena hal tersebut merupakan kewenangan Dinas Kesehatan.
Sebagai solusi, jika PLA digabungkan dengan SLB atau bidang pendidikan khusus, layanan terapi harus dilakukan melalui kerja sama dengan tenaga profesional.
Pemprov menargetkan regulasi terkait status hukum PLA dapat rampung tahun ini.
Setelah statusnya jelas, bantuan resmi dari pemerintah diharapkan dapat dikucurkan dan proses pelayanan bisa berjalan lebih baik.
“Untuk status PLA tahun ini ditargetkan harus siap. Mudah-mudahan lebih cepat,” tutup Siti.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.