7 Yusril Ungkap Potensi Pelanggaran Konstitusi jika Putusan MK Pemisahan Pemilu Diterapkan Nasional

7
                    
                        Yusril Ungkap Potensi Pelanggaran Konstitusi jika Putusan MK Pemisahan Pemilu Diterapkan
                        Nasional

Yusril Ungkap Potensi Pelanggaran Konstitusi jika Putusan MK Pemisahan Pemilu Diterapkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumhamimipas)
Yusril Ihza Mahendra
mengatakan, ada potensi
pelanggaran konstitusi
yang bisa terjadi jika
putusan Mahkamah Konstitusi
yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal diterapkan.
Salah satunya adalah jeda waktu 2-2,5 tahun antara pemilu nasional dengan pemilu lokal.
Jeda ini akan memberikan makna pemilihan DPRD tidak lagi dipilih lima tahun sekali dan tidak sesuai dengan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Kalau kita baca Pasal 22E UUD 45 kan tegas dikatakan pemilu dilaksanakan sekali 5 tahun, enggak bisa ada tafsir lain itu, dan pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, presiden, dan wakil presiden,” kata Yusril, saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Oleh sebab itu, dia mempertanyakan bagaimana bisa pemilihan lokal ditunda selama 2-2,5 tahun, sedangkan Pasal 22E
UUD 1945
tegas mengatakan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
Adapun pasal yang disebutkan Yusril terdapat pada Pasal 22E Ayat 1 dan 2 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Atas aturan konstitusi tersebut, Yusril mengatakan perlu ada pemikiran serius dari pembentuk undang-undang untuk menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
“Jadi, mesti ada satu pemikiran yang agak serius dari segi ketatanegaraan mengenai persoalan ini,” kata dia.
Selain itu, Yusril juga mempertanyakan bagaimana langkah yang tepat untuk menyikapi persoalan yang timbul akibat
putusan MK
, seperti masa jabatan DPRD.
Hal ini menjadi masalah baru yang masih belum ada solusi dan juga berpotensi melanggar undang-undang.
“Apakah bisa anggota DPRD itu diperpanjang? Apakah ini tidak
against
(melawan) konstitusi sendiri, karena memang anggota DPRD itu harus dipilih oleh rakyat? Atas dasar kuasa apa kita memperpanjang mereka itu untuk 2-2,5 tahun? Apakah dibentuk DPRD sementara atau bagaimana? Itu juga masalah-masalah yang masih perlu kita diskusikan supaya kita tidak nabrak konstitusi,” ucap dia.
Putusan MK
terkait
pemisahan pemilu
nasional dan daerah itu tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.
Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut menyatakan bahwa keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
MK juga menyatakan bahwa pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.