Asal Usul Pacu Jalur dan Mengapa Ada Bocah Menari di Ujung Perahu? Regional 2 Juli 2025

Asal Usul Pacu Jalur dan Mengapa Ada Bocah Menari di Ujung Perahu?
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 Juli 2025

Asal Usul Pacu Jalur dan Mengapa Ada Bocah Menari di Ujung Perahu?
Editor
KOMPAS.com – 
Aksi seorang bocah penari
pacu jalur
mendadak viral dan ramai ditirukan di media sosial, khususnya TikTok.
Salah satu video yang mencuri perhatian memperlihatkan seorang bocah berkacamata hitam berdiri gagah di ujung perahu.
Ia melakukan gerakan memutar tangan lalu mengibaskannya dengan penuh semangat, seolah menari mengikuti irama arus sungai.
Gerakan ikonik ini ternyata menarik perhatian hingga ke Eropa.
Para pemain klub sepak bola Paris Saint-Germain (PSG), juara Liga Champions 2025, ikut menirukan gerakan bocah tersebut dalam selebrasi mereka.
Lalu, siapa sebenarnya bocah ini dan apa perannya dalam perlombaan pacu jalur?
Untuk diketahui,
Pacu jalur
merupakan tradisi balap perahu yang kaya akan nilai sejarah dan budaya, berasal dari Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.
Secara etimologi, “pacu” bermakna perlombaan, dan “jalur” merujuk pada perahu atau sampan.
Jadi,
Pacu Jalur
secara sederhana dapat diartikan sebagai “perlombaan mendayung perahu”.
Atraksi ini dimulai dengan letupan meriam karbit sebanyak tiga kali, yang berfungsi sebagai aba-aba jelas bagi peserta mengingat luasnya arena dan riuhnya ribuan penonton.
Uniknya, dalam setiap perlombaan, selalu ada penari kecil di bagian depan jalur.
Mereka menari penuh semangat ketika jalur melaju cepat membelah Sungai Kuantan.
Gerakannya pun beragam, mulai dari seperti ular, naga, hingga goyangan bebas penuh ekspresi.
Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, menjelaskan bahwa ada tiga sosok yang berperan penting di atas jalur selama perlombaan:
Pertama, Tukang Tari atau Anak Coki, yakni penari di bagian paling depan.
“Biasanya bocah penari ini akan menari di depan jalur kalau dia menang atau unggul. Kalau masih berimbang biasanya hanya berayun-ayun saja. Setelah finish dia sujud syukur di ujung perahu,” kata Roni, dikutip dari wonderfulimages.kemenparekraf.go.id.
Kedua, Timbo Ruang, berada di tengah, bertugas memberikan aba-aba kepada para atlet dayung (anak pacu).
Ketiga, Tukang Onjai, berada di bagian belakang, bertugas mengarahkan jalur agar tetap stabil.
Pemilihan anak-anak sebagai penari bukan tanpa alasan. Salah satunya karena bobot tubuh mereka yang ringan, sehingga cocok ditempatkan di bagian depan jalur yang sensitif terhadap keseimbangan.
“Anak-anak kan badannya ringan, ada dewasa di tengah itu untuk memberikan aba-aba juga. Lalu di ujung itu agak dewasa sedikit karena dia akan memberi daya dorong ke jalur namanya onjai,” ujar Roni.
Roni menuturkan, menurut tradisi lisan masyarakat setempat, Pacu Jalur mulanya adalah sarana transportasi menyusuri Sungai Batang Kuantan, dari Hulu Kuantan hingga Cerenti.
“Karena transportasi darat belum berkembang pada masa itu, jalur tersebut sebenarnya digunakan sebagai sarana transportasi penting bagi penduduk desa. Digunakan sebagai sarana pengangkutan hasil bumi, seperti buah-buahan lokal dan tebu. Selain itu, berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang per perahu atau sampannya,” kata Roni kepada Media Center Riau, Rabu (2/7/2025).
Pada perkembangannya, perahu transportasi memanjang sengaja dihias dengan unsur daerah setempat, biasanya melukiskan kepala ular, buaya, dan harimau.
Pemerintah telah mengakui dan menetapkan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Nasional Takbenda asli Indonesia dan menjadikannya agenda pariwisata nasional KEN Kemenparekraf.
“Sebagai upaya untuk melestarikan warisan budaya tersebut, pemerintah Indonesia mendukung Festival Pacu Jalur diadakan setiap tahun di Kuantan Singingi dan mempromosikan pentingnya festival tersebut kepada masyarakat luas baik nasional maupun internasional,” ucap Roni.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.