Pungli Bebani 15-20% Ongkos Angkut Logistik di Indonesia, Harus Masuk dalam Program Zero ODOL

Pungli Bebani 15-20% Ongkos Angkut Logistik di Indonesia, Harus Masuk dalam Program Zero ODOL

PIKIRAN RAKYAT – Praktik pungutan liar (pungli) di sektor logistik telah membebani 15-20% ongkos angkut logistik di Indonesia. 

Data dari asosiasi pengusaha angkutan barang menyebutkan dalam setahun truk dengan ritase yang padat rata-rata menghabiskan Rp 120 juta sampai Rp 150 juta untuk pungli.

Hal ini terungkap dalam diskusi bersama Asosiasi Pengemudi Angkutan Barang di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, pekan lalu. Oleh karena itu, penghapusan pungli harus dimasukkan juga dalam program Zero ODOL (Over Dimension Over Load) yang sedang ditangani pemerintah.

“Punglinya dilakukan mulai (yang mengenakan) baju seragam hingga tidak memakai baju. Penuturan pengusaha truk, ongkos logistik di Indonesia sudah lebih tinggi dari Thailand, sehingga pungli penting untuk dihilangkan dan masuk dalam Program Zero ODOL yang sedang ditangani Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah,” ujar Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, Selasa 1 Juli 2025.

Dia menuturkan, pengusaha truk angkutan memberi kesaksian jika pemalakan dilakukan oknum preman mulai dari Tol Cikampek hingga Kramat Jati. Supir truk harus membawa uang dalam jumlah besar untuk bayar pungli setidaknya Rp 200.000.

Bahkan jika istirahat di bahu jalan (setelah gerbang tol), supir juga kena pungli petugas tol. “Katanya, sudah pernah disampaikan ke direksi, tetapi sampai sekarang masih ada pungli. Sementara menurut komunitas sopir truk, jika di bahu jalan dipungli sama oknum PJR, sedangkan di rest area dipungli oleh satpam rest area,” tutur Djoko.

Lainnya, ada pengakuan pengusaha angkutan barang. Di sekitar Tanjung Priok ada sebuah kampung yang menjadi jalur menuju gudang. Untuk masuk portal harus bayar Rp 100.000 dengan stempel RT setempat.

“Untuk mengangkut sayuran dari Garut ke Pasar Kramat Jati, Jakarta juga harus menyisihkan paling tidak Rp 175.000 melewati 5-6 titik pungutan liar,” katanya.

Sesungguhnya, pemilik barang dan pengusaha juga korban pungli yang jumlahnya lebih besar. Bedanya, pemilik barang tertutup, pengusaha angkutan setengah terbuka, dan kalangan sopir berani buka-bukaan. Alhasil, diperkirakan praktik pungli di sektor logistik telah membebani 15-20% ongkos angkut logistik di Indonesia.

Dalam setahun, truk dengan ritase yang padat rata rata menghabiskan Rp 120 juta sampai Rp 150 juta untuk pungli. Kalau dirata-rata sebulan, bisa Rp 10 juta hingga Rp 12 juta, dari angkut sampai bongkar semua ada punglinya.

“Pemerintah hanya berpikir untuk memberantas ODOL, tapi tidak pernah memikirkan bagaimana memberantas pungli. Di Indonesia, biaya logistik makin tinggi karena 20-30% habis untuk pungli,” ujar Djoko. (*)